Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ida Nuriya

Menanam Nilai, Menjaga Martabat: Pengabdian Masyarakat di Ngagel Tegaskan Peran Pendidikan Karakter Cegah Kekerasan Seksual

Edukasi | 2025-04-22 09:41:34
Dokumentasi Pengabdian

Surabaya — Kekerasan seksual kerap kali dibungkam oleh budaya tabu, dilupakan oleh waktu, dan luput dari pengawasan masyarakat. Namun di balik kesunyian itu, segelintir akademisi dan mahasiswa turun ke tengah masyarakat untuk membangun benteng pertahanan yang sesungguhnya: pendidikan karakter dan pengawasan sosial yang hidup dari warga untuk warga.

Kegiatan pengabdian masyarakat yang digelar di Kecamatan Ngagel, Kota Surabaya ini bukan sekadar seremonial. Mengusung tema “Pendidikan Karakter, Pengawasan, dan Kontrol Terhadap Kekerasan Seksual”, tim pengabdian FH UM Surabaya menggagas pendekatan holistik yang melibatkan tokoh masyarakat, guru, pemuda, dan terutama orang tua.

“Pengabdian ini kami rancang sebagai bentuk kepedulian atas maraknya kasus kekerasan seksual, khususnya yang melibatkan anak-anak dan remaja,” ungkap Satria Unggul ketua tim pengabdian. “Kami ingin menanamkan kembali nilai karakter sebagai pagar moral yang kokoh, bukan sekadar pengetahuan hukum yang seringkali hanya muncul setelah kejadian.”

Sebagai wilayah urban yang padat dan majemuk, Kecamatan Ngagel tidak luput dari dinamika kota besar: padatnya aktivitas masyarakat, minimnya waktu pengasuhan, serta paparan media yang tidak terkontrol. Hasil survei awal tim pengabdian menunjukkan adanya kekhawatiran warga terhadap semakin lemahnya nilai-nilai moral di kalangan anak muda, disertai meningkatnya akses terhadap konten dewasa yang tak sesuai usia.

“Orang tua zaman sekarang banyak yang bekerja seharian, kadang anak dibiarkan belajar dari internet tanpa bimbingan. Di situlah risiko mulai masuk,” jelas salah satu warga RT di Kelurahan Ngagel.

Inilah yang menjadi pijakan awal bagi tim pengabdian untuk merancang kegiatan edukatif sekaligus interaktif yang menyentuh tiga titik krusial: keluarga, sekolah, dan lingkungan sosial.

Dalam pelaksanaannya, program pengabdian masyarakat ini menyasar tiga kelompok besar:

 

  1. Orang Tua dan Keluarga, diadakan pelatihan parenting dan forum diskusi seputar pendidikan karakter anak. Orang tua diajak memahami pentingnya komunikasi terbuka, membangun kepercayaan dengan anak, serta mengenali tanda-tanda kekerasan seksual sejak dini.
  2. Sekolah dan Guru, melalui workshop untuk guru dan tenaga pendidik, tim memberikan materi tentang pendekatan karakter berbasis nilai-nilai lokal, serta cara mengenali dan merespons perilaku menyimpang di sekolah. Guru dilatih menjadi fasilitator karakter, bukan hanya pengajar akademik.
  3. Masyarakat dan Tokoh Lokal Di tingkat RT/RW, tim menginisiasi pembentukan kelompok kontrol sosial yang beranggotakan tokoh masyarakat, pemuda, dan kader PKK. Kelompok ini dilatih untuk menjadi pengawas aktif dan pendamping dalam kasus-kasus kekerasan yang mungkin muncul.

Semua kegiatan dilakukan secara partisipatif dan interaktif. Salah satu kegiatan yang paling disukai warga adalah “Simulasi Tanggap Kasus Kekerasan Seksual” yang mengajak peserta berlatih menyikapi kasus secara empatik dan prosedural.

Meski antusiasme masyarakat cukup tinggi, tim juga menghadapi berbagai tantangan, salah satunya adalah budaya tabu membicarakan seksualitas secara terbuka. Tak sedikit orang tua atau warga yang awalnya merasa risih dengan tema ini.

Namun, melalui pendekatan yang humanis dan non-doktrinal, resistensi ini perlahan mencair. “Kami tidak datang membawa teori, kami datang membawa rasa peduli. Itu yang kami tekankan,” ungkap salah satu mahasiswa anggota tim pengabdian.

Faktor lain yang menghambat adalah kurangnya literasi hukum dan pemahaman hak anak. Banyak warga tidak tahu bahwa pelecehan verbal, sentuhan yang tidak pantas, atau komentar seksual di media sosial sudah termasuk dalam kategori kekerasan seksual. Melalui penyuluhan ringan dan simulasi hukum, masyarakat mulai lebih sadar akan pentingnya perlindungan hak asasi.

Program pengabdian masyarakat ini menjadi contoh nyata bagaimana pendidikan tinggi tidak hanya berfungsi sebagai menara gading, tetapi sebagai sahabat dan pelindung masyarakat. Dengan mengusung pendidikan karakter, pengawasan, dan kontrol sosial yang aktif, Kecamatan Ngagel tengah bergerak menuju lingkungan yang lebih aman, ramah anak, dan bebas dari kekerasan seksual.

“Harapan kami, apa yang kami tanam di Ngagel bisa menjadi bibit yang tumbuh di tempat lain. Karena semua anak berhak tumbuh tanpa rasa takut,” pungkas ketua tim pengabdian.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image