Aktualisasi Ilmu Hadis untuk Perangi Hoax di Era Society 5.0

Opini  
Ardi Nugroho S Farm, M Sc (foto : dokumen pribadi)

Oleh : Ardi Nugroho S Farm, M Sc *)

DUNIA saat ini sedang bersiap menuju Era Society 5.0 . Zaman Society 5.0 didefinisikan sebagai sebuah konsep masyarakat yang berpusat pada manusia dan berbasis teknologi. Pada era ini, masyarakat diharapkan mampu menyelesaikan berbagai tantangan dan permasalahan sosial dengan memanfaatkan berbagai inovasi yang lahir di era revolusi industri 4.0. Inovasi ini lahir bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia.

Dalam kehidupan Society 5.0, ruang maya (virtual space) dan ruang fisik (real space) sangat terintegrasi sehingga berpengaruh pada arus informasi dan teknik pengambilan keputusan. Jika pada era masyarakat 4.0, masyarakat mengakses layanan cloud (database) di dunia maya melalui internet untuk mencari, mengambil, dan menganalisis informasi dari data yang ada. Maka di era masyarakat 5.0, informasi dalam jumlah yang besar (big data) akan dikumpulkan dari sensor di ruang fisik dunia maya.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Big data ini kemudian dianalisis dengan kecerdasan buatan atau Artificial intelligence (AI) untuk selanjutnya hasil analisis dan pemrosesan data akan dilaporkan kepada manusia di ruang fisik dalam berbagai cara. Sederhananya, masyarakat 4.0 adalah tentang mengumpulkan dan menganalisis informasi tentang jaringan. Sedang masyarakat 5.0, orang dan sistem akan terhubung di dunia maya dan memanfaatkannya sebaik mungkin dengan bantuan AI dan hasilnya diumpankan kembali ke ruang fisik (real space).

Hal ini tentu menjadi sebuah tantangan sekaligus peluang khususnya dalam pemanfaatan teknologi dan arus informasi. Perkembangan teknologi informasi yang sangat pesat akan diiringi dengan transformasi digital yang akan memiliki dampak besar pada industri tradisional dan meningkatkan kompleksitas masyarakat.

Hoax

Tentunya perkembangan ini juga memiliki aspek negatif terutama dari sudut masyarakat digital, seperti risiko keamanan, masalah privasi dan tersebarluasnya hoax atau berita bohong. Hoax adalah informasi yang dirancang untuk menyamarkan informasi yang sebenarnya atau yang dapat diartikan sebagai upaya untuk memutarbalikkan fakta dengan informasi yang persuasif tetapi tidak dapat diverifikasi.

Hoax juga bisa diartikan sebagai menyembunyikan informasi yang sebenarnya dengan membanjiri media dengan berita palsu untuk menutupi berita yang sebenarnya. Penyebaran hoax umumnya didorong oleh dua motif yaitu ekonomi dan politik.

Ada sebagian hoax yang sengaja dibuat dengan tujuan untuk membuat berita yang sensasional dan mendapatkan pengunjung sebanyak-banyaknya pada website tertentu maupun membeli produk tertentu yang dikenal sebagai gimmick marketing. Ada juga hoax yang muncul dari kelompok tertentu untuk mengkomunikasikan aspirasi politik mereka melalui media sosial dengan tujuan kampanye atau menghasut masyarakat secara luas.

Keberadaan hoax tentu tidak bisa dibenarkan untuk alasan apapun karena menimbulkan dampak negatif di masyarakat. Di antaranya, menimbulkan keresahan dan kepanikan yang memicu tindakan-tindakan yang berbahaya, menyebabkan perpecahan, serta menyebabkan permasalahan fisik dan mental.

Hanya saja, tidak mudah membedakan antara informasi yang benar dan hoax. Hal ini karena saat ini arus informasi hampir tidak mungkin dibendung karena dapat diakses oleh hampir seluruh lapisan masyarakat dengan latar belakang pendidikan yang berbeda-beda.

Tercatat ada lebih dari 1,83 miliar situs web di seluruh dunia yang diakses oleh kurang lebih 4,4 miliar pengguna internet. Di Indonesia, jumlah pengguna internet sudah mencapai 210 juta orang atau 77% dari total seluruh penduduk.

Ilmu Hadis

Salah satu cara menanggulangi penyebaran hoax adalah dengan menerapkan ilmu hadis dalam memilah dan memilih informasi. Ilmu hadis merupakan salah ilmu yang istimewa dalam khasanah pengetahuan Islam.

Dengan Ilmu Hadis, umat Islam telah mampu melakukan seleksi berbagai macam informasi, khususnya yang berasal dari Nabi Muhammad SAW. Sehingga akhirnya bisa membedakan informasi yang benar (shahih), informasi diragukan kebenarannya (dha’if) bahkan hingga informasi yang palsu (maudhu’).

Sebuah informasi dikatakan benar jika memenuhi tiga persyaratan, yaitu, perawinya adil dan dhabith (tepercaya), sanad-nya bersambung, serta hadisnya bebas dari kecacatan dan kejanggalan. Tentu jika digunakan untuk menyeleksi informasi, perlu penyesuaian persyaratan agar relevan dan bisa diterapkan dalam kehidupan saat ini.

Pertama, perawi yang adil dan dhabith (tsiqah). Adil di sini berarti perawi adalah seorang muslim, berakal sehat, dewasa, dan menjauhi dosa-dosa kecil yang berat dan atau dosa kecil secara terus menerus berlanjut, serta menjauhi segala sesuatu yang mencemarkan akhlaknya. Misalnya, makan di pasar, berjalan tanpa alas kaki, dan tidak memakai penutup kepala.

Sedangkan dhabith lebih pada kekuatan ingatan dari perawi hadis tersebut. Ada dua jenis dhabith, yaitu dhabith shadri dan dhabith kitab. Dhabith shadri berarti bahwa perawi hadis mampu mengingat hadis yang dia dengar dan tertanam kuat di kepalanya. Ingatannya siap dilepaskan kapan saja dan di mana saja.

Sedangkan dhabith kitab artinya daya ingat perawi kuat berdasarkan catatan yang ditulisnya sejak mendengar atau menerima hadis. Sehingga untuk menyampaikan hadis dengan akurat, perawi harus membawa kitab-kitabnya dan umumnya harus dilakukan pada waktu dan kondisi tertentu.

Secara prinsip makna adil dan dhabith didasarkan pada kredibilitas seseorang yang meriwayatkan hadis serta alat bukti yang digunakan untuk merangkai informasi. Jika diterapkan pada masa ini dapat diartikan narasumber atau sumber informasi haruslah kredibel agar informasi yang dihasilkan valid (tepercaya).

Jika narasumbernya individu, maka harus dipastikan individu tersebut adalah seorang yang ahli dan berbicara sesuai kapasitasnya. Kredibilitas seseorang bisa dilihat dari latar belakang pendidikannya maupun informasi yang berasal dari organisasi profesi atau lembaga pendidikan dari individu tersebut jika yang bersangkutan menempuh pendidikan formal.

Selain itu, informasi tentang kredibilitas seseorang juga bisa diketahui dari orang sekitar yang mengenal individu tersebut dan mengetahui kualitas dan kapasitas individu tersebut.

Sebagaimana jaman dahulu, seorang perawi dikatakan adil berdasarkan penilaian ulama yang menguasai ilmu jarh dan ta’dil (ilmu yang membahas penilaian baik dan buruk/cacat dari seorang kritikus terhadap rawi hadis). Untuk informasi yang berasal dari organisasi atau lembaga, maka harus memiliki keterkaitan dengan bidang lembaga tersebut.

Contohnya, jika terkait masalah kesehatan, maka lembaga-lembaga seperti Kementrian Kesehatan, Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) dan lembaga profesi kesehatan lain dapat dipercaya sebagai sumber informasi. Selain memperhatikan narasumber, perlu diperhatikan pula jalur transmisi informasi. Karena jika narasumbernya sudah tepercaya sehingga informasi yang dihasilkan valid, akan menjadi sia-sia jika jalur transmisinya tidak tepercaya.

Hal ini disebabkan oleh terjadinya penyelewengan atau salah interpretasi informasi yang disampaikan oleh narasumber kepada khalayak ramai. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah individu maupun lembaga yang menjadi sumber rujukan harus dipastikan bebas kepantingan baik politik, ekonomi dan lain-lain atas informasi yang disampaikan agar informasi yang disampaikan tidak bias atau bertujuan untuk mencari keuntungan atas kepentingan tertentu.

Untuk dhabith, bisa diartikan dasar dari narasumber untuk merangkai infornasi. Informasi yang benar haruslah didasarkan pada teori-teori yang valid dan dapat dibuktikan secara ilmiah serta dirangkai dengan teknik penarikan kesimpulan yang tepat sehingga menghasilkan informasi yang dapat dipertanggungjawabkan.

Bukan hanya berdasarkan cocoklogi, adat-kebiasaan maupun teknik metode-metode pengambilan kesimpulan lain yang ganjil tidak dapat dibuktikan kebenarannya dan bahkan hanya menghasilkan pseudo-sains yaitu pengetahuan, praktik, maupun metodologi yang tampak ilmiah tetapi tidak mengikuti metode ilmiah dan tidak atau belum teruji secara ilmiah. Karena seringkali narasumber yang menyajikan ilmu semu ini dengan cara yang tampaknya ilmiah, dalam buku, grafik, dan literatur lain, tetapi mereka tidak mengikuti metode ilmiah.

Kedua, sanad yang bersambung. Makna sanad yang bersambung adalah setiap perawi (periwayat hadis) memastikan hadis yang diperolehnya berasal dari perawi generasi sebelumnya, sehingga dari awal rantai transmisi sampai akhir benar-benar dipastikan hadis yang diterima sama. Oleh karena itu, setiap rantai perawi dalam suatu rantai periwayatan (sanad) memiliki hubungan guru-murid atau minimal pernah bertemu dalam suatu pertemuan untuk menyampaikan hadis.

Dalam hal ini, poin utama dalam ketersambungan sanad adalah ketertelusuran. Semua informasi (hadis) yang disampaikan dari generasi ke generasi akan bisa ditelusuri sumbernya hingga puncaknya adalah Rasulullah SAW. Jika hal ini diterapkan dalam era ini, berarti informasi yang valid haruslah dapat ditelusuri sumber awalnya.

Untuk memastikan sumber awal itu valid, maka diperlukan juga alat bukti. Alat bukti yang digunakan bisa berupa video, rekaman wawancara maupun surat yang resmi. Selain itu, jika informasinya sebatas teori hipotesa maka harus didukung bukti-bukti ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan baik berupa jurnal ilmiah maupun rekaman hasil riset.

Ketiga, bebas kesalahan dan cacat. Dalam ilmu hadis, kesalahan bermakna perbedaan riwayat antar perawi. Dengan kata lain, riwayat seorang perawi yang disebut tsiqah berbeda dengan banyak perawi lainnya yang juga tsiqah. Sedangkan cacat dalam hadis bermakna kesalahan yang disengaja dalam proses periwayatan suatu hadis yang ditutupi sehingga mengakibatkan hadis tersebut seolah-olah valid (shahih) tetapi setelah penyelidikan yang cermat dan menyeluruh hadis tersebut, barulah diketahui kekurangannya yang menyebabkan hadis tersebut ditolak.

Sehingga bisa difahami bahwa poin utama dari persyaratan bebas kesalahan dan cacat adalah bagaimana jika terdapat kontradiksi. Jika ada dua informasi yang kontradiktif, maka perlu dilakukan evaluasi terhadap kedua informasi berikut berdasarkan syarat-syarat sebelumnya. Sehingga dari kedua informasi tersebut, akan diketahui mana yang valid dan mana yang palsu.

Selain itu, jika kedua infornasi tersebut sama-sama valid maka akan menjadi pembelajaran dan memudahkan masyarakat untuk memilih salah informasi tanpa harus menyalahkan atau bahkan bermusuhan dengan pihak lain yang berbeda pilihan. Sehingga bisa menjaga kondisi sosial dimasyarakat agar senantiasa kondusif dan tidak mudah terpecah-belah dengan adanya informasi yang kontradiktif tersebut.

Demikian pentingnya revitalisasi ilmu hadis dalam memerangi hoax di era Society 5.0. Karena hal ini menjadi bekal untuk menyeleksi berbagai macam informasi yang beredar di dunia nyata maupun dunia maya. Sehingga ke depan ketika benar-benar masuk ke Society 5.0, informasi yang disajikan kepada masyarakat menggunakan bantuan AI adalah informasi yang valid dan terjaga kebenarannya. Bukan sebatas ilusi atau fabricated truth yang bertujuan untuk kepentingan tertentu.

*) Penulis:

1. Dosen Farmasi FMIPA UII

2. Kepala Pusat Studi Halalan dan Thoyyiban Reseach and Education (HTREND) UII

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image

Kontak Info

Jl. Warung Buncit Raya No 37 Jakarta Selatan 12510 ext

Phone: 021 780 3747

[email protected] (Marketing)

× Image