Perguruan Tinggi Bertanggung Jawab Mencetak Akuntan Etis

Ekonomi  
Prof Mahfud Sholihin saat menyampaikan pidato pengukuhan di UGM Yogyakarta. (foto :istimewa)

JURNAL PERGURUAN TINGGI -- Setiap skandal keuangan, baik di sektor swasta maupun publik, akuntan selalu menjadi sorotan. Sebab akuntan berperan dalam penyajian dan pengauditan laporan keuangan. Persoalan etika di dunia bisnis dan profesi akuntansi tidak hanya terjadi di luar negeri, tetapi juga di dalam negeri.

"Kasus di luar negeri yang paling populer adalah kasus Enron dan WorldCom yang telah menggemparkan dunia bisnis karena melibatkan salah satu kantor akuntan besar di dunia. Sedamg kasus di dalam negeri adalah kasus PT Garuda Indonesia Tbk., PT Asuransi Jiwasraya (Persero)," Prof Mahfud Sholihin, SE, MAcc, PhD, dalam pidato pengukuhkan sebagai Guru Besar Bidang Ilmu Akuntansi di ruang Balai Senat, Gedung Pusat Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Rabu (8/6/2022).

Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) UGM ini mengangkat judul 'Inovasi Pembelajaran Etika Bisnis dan Profesi Akuntansi di Era Digital.' Ia mengusulkan untuk mengubah pola pikir perilaku pelaku bisnis, termasuk akuntan, tidak cukup hanya dikeluarkan kebijakan dalam bentuk peraturan perundang-undangan atau merevisi kode etik profesi akuntan. Tetapi, perlu peningkatan kualitas pembelajaran etika bisnis dan profesi akuntansi.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Mahfud Sholihin menilai perguruan tinggi memiliki peran yang sangat penting untuk meningkatkan etika akuntan, pelaku bisnis, dan pimpinan bisnis. Karena itu, pembelajaran etika yang inovatif di perguruan tinggi dapat membantu mengembangkan pengambilan keputusan yang etis dan meningkatkan perilaku etis.

BACA JUGA : Perguruan Tinggi tak Boleh Gadaikan Idealisme

Dijelaskan Mahfud Sholihin, etika bisnis adalah studi tentang benar dan salah yang berfokus pada lembaga, organisasi, dan aktivitas bisnis. Selain itu etika bisnis mempelajari standar-standar moral dan bagaimana standar-standar tersebut berlaku dalam sistem bisnis, organisasi bisnis, dan aktivitas orang-orang yang bekerja di dalam organisasi tersebut.

“Etika profesi akuntansi sering merujuk pada kode etik profesi akuntan yang memberi petunjuk atau arahan bagaimana seorang akuntan harus bertindak secara profesional,” kata Mahfud Sholihin.

Menurut Mahfud, pembelajaran etika bisnis dan profesi akuntansi di era digital ini mengalami berbagai tantangan. Para dosen akuntansi, khususnya pengajar etika bisnis dan profesi akuntansi, dituntut untuk menemukan model pembelajaran dan metode penyampaian yang menarik dan atraktif bagi para generasi milenial dan generasi Z.

Kemudian, para dosen dituntut menanamkan nilai-nilai etika kepada mahasiswa. Hal ini sangat diperlukan supaya kasus-kasus kecurangan bisnis, khususnya skandal keuangan tidak terulang, paling tidak dapat dikurangi.

“Teknologi augmented reality (AR) dan virtual reality (VR) merupakan teknologi yang menjanjikan dan dapat digunakan untuk pembelajaran etika bisnis dan profesi akuntansi secara efektif dan efisien. Tantangannya adalah mengembangkan berbagai aplikasi berbasis AR dan VR yang merepresentasi kasus-kasus etika bisnis dan profesi akuntansi di dunia nyata,” jelas Mahfud.

BACA JUGA : UII Kukuhkan Dua Guru Besar, Fathul Wahid dan Budi Agus Riswandi

Mahfud Sholihin bersama tim telah mengembangkan tiga aplikasi berbasis teknologi komputer dan smartphone untuk pembelajaran etika bisnis dan profesi akuntansi. Dua aplikasi AR yang sudah dikembangkan adalah “WWE” (Who Wants to be Ethical) dan “ARGIA” (Augmented Reality of Garuda Indonesia Airways). Satu aplikasi yang dikembangkan menggunakan VR adalah “Dilema Auditor”. Aplikasi-aplikasi tersebut dapat digunakan untuk memberi pengalaman pengambilan keputusan sekaligus memberi pemahaman tentang teori-teori terkait etika.

Aplikasi WWE berbasis AR, kata Mahfud, digunakan untuk memberikan gambaran kepada mahasiswa mengenai kasus whistle blowing yang terjadi di sebuah perusahaan nyata di Indonesia. Skenario di dalam aplikasi ini didasarkan pada situasi dilema etika yang mungkin dihadapi karyawan di bagian keuangan.

“Aplikasi WWE ini diharapkan dapat memberikan pemahaman kepada mahasiswa mengenai aktivitas pelaporan pelanggaran yang mungkin terjadi di dunia bisnis. Selain itu, aplikasi ini juga memberikan visualisasi kasus etika bisnis yang dapat dipelajari di dalam kelas dan mengaitkannya dengan teori-teori etika bisnis,” ungkapnya.

Aplikasi ARGIA berbasis AR dikembangkan menggunakan kasus pengakuan pendapatan di PT Garuda Indonesia. Dalam aplikasi ini dijelaskan bahwa perusahaan melakukan pengakuan pendapatan secara agresif. Praktik ini bertentangan dengan prinsip konservatisme dalam akuntansi. Akibatnya, laporan keuangan, khususnya laporan laba rugi menjadi overstated dan tidak mencerminkan kondisi keuangan yang sebenarnya. (*)

BACA JUGA : UGM Berhasil Hilirisasi Riset ke Masyarakat dan Industri

Ikuti informasi penting tentang berita terkini perguruan tinggi, wisuda, hasil penelitian, pengukuhan guru besar, akreditasi, kewirausahaan mahasiswa dan berita lainnya dari JURNAL PERGURUAN TINGGI. Anda juga bisa berpartisipasi mengisi konten di JURNAL PERGURUAN TINGGI dengan mengirimkan tulisan, foto, infografis, atau pun video. Kirim tulisan Anda ke email kami: [email protected].

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image

Kontak Info

Jl. Warung Buncit Raya No 37 Jakarta Selatan 12510 ext

Phone: 021 780 3747

[email protected] (Marketing)

× Image