'GamaWarni,' Hilirisasi Riset Peneliti UGM untuk Pewarna Kain Alami

Teknologi  
Mesin GamaWarni hasil riset peneliti UGM dan Politeknik ATMI Surakarta. (foto : istimewa)

JURNAL PERGURUAN TINGGI -- Tim Peneliti Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta dan Politeknik ATMI Surakarta melakukan hilirisasi riset dengan me-launching GamaWarni, alat pewarna kain dan benang menggunakan pewarna alami Indonesia. GamaWarni merupakan hasil riset peneliti UGM dan Politeknik ATMI Surakarta yang telah dilakukan sejak tahun 2007.

Tim peneliti yang menciptakan GamaWarni terdiri Prof Dr Ir Edia Rahayuningsih, MS, IPU dari Teknik Kimia UGM (Ketua); Ir Rini Dharmastiti. MSc, PhD dari Teknik Mesin UGM dan Bayu Prabandono, ST, MT dari Politeknik ATMI Surakarta. Riset dan pengembangan GamaWarni mendapat dukungan pendanaan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) Kementerian Keuangan melalui Riset Inovatif Produktif (Rispro) tahun 2020-2023.

BACA JUGA : Prof Sarmin : Domba dan Kambing Sumber Ketahanan Pangan Masa Depan

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Edia menjelaskan pengembangan GamaWarni merupakan bentuk hilirisasi dari riset terkait pengembangan pewarna alami yang telah dilakukan sejak tahun 2007. Penelitian semakin intensif mulai tahun 2018 dalam wadah Indonesia Natural Dye Institute (INDI) UGM yang merupakan bentuk dukungan terhadap pengembangan pewarna alami di Indonesia.

“Pengembangan GamaWarni ini merupakan wujud mekanisasi teknologi pewarnan kain dengan pewarna alami yang mengacu pada teknik pewarnaan manual untuk dihilirkan ke industri. Dengan begitu, penggunaan pewarna alami bisa terakselerasi dan segera masih digunakan di Indonesia sehingga secara bertahap diharapkan bisa mengurangi pemakaian pewarna buatan,” kata Edia saat launching GamaWarni di Fakultas Teknik UGM, Jumat (10/11/2023).

Hingga saat ini, lanjut Edia, Indonesia masih menggunakan dan mengimpor pewarna sintetis untuk tekstil dalam kapasitas besar. Data Badan Pusat Statistik tahun 2021 mencatat rerata impor zat warna sintetik selama lima tahun terakhir mencapai lebih dari 42.000 ton/tahun.

BACA JUGA : 21 Pakar Internasional Cari Solusi Selamatkan Lahan Pertanian Global

Padahal Indonesia memiliki budaya warisan nenek moyang dalam penggunaan pewarna alami yang aman dan senyawa yang terkandung di dalamnya bermanfaat bagi tubuh. Selain itu Indonesia juga memiliki kekayaan alam dan biodiversitas yang melimpah yang merupakan bahan baku pembuat zat warna alami.

"Saat ini terdapat lebih dari 150 jenis pewarna alami di Indonesia yang telah berhasil diidentifikasi. Hanya saja sampai sekarang sumber bahan baku pewarna alami yang cukup melimpah ini belum dimanfaatkan secara optimal, baru terbatas oleh beberapa pengrajin batik, jumputan, ulos, tenun dan lainnya," kata Edia.

Menurut Edia, usaha memproduksi dan menggunakan kembali pewarna alami perlu dilakukan agar dapat mengurangi penggunaan pewarna sintetis yang berbahaya dan mengurangi impor pewarna sintetis. Selain itu juga dibarengi dengan pengembangan teknologi yang mendukung penggunaan pewarna alami.

BACA JUGA : Ekstrak Daun Songgolangit Jadi Obat Sesak Akibat Paparan Asap Rokok

Edia memaparkan pembuatan GamaWarni ini dilakukan untuk mendukung penggunaan pewarna buatan dalam skala pengrajin (manual) maupun skala industri dengan mekanisasi. Hanya saja penggunaan pewarna alami belum bisa diaplikasikan pada mesin industri yang ada saat ini. Hal ini dikarenakan pewarna alami memiliki karakter khusus tidak seperti pada pewarna buatan/sintesis yang kompatibel dengan mesin industri.

“Mesin-mesin yang ada di industri saat ini tidak kompatibel dengan pewarna alami. Oleh sebab itu kami membuat mesin pewarna kain dan benang yang cocok dengan karakter pewarna alami,” terang Ketua INDI UGM ini.

Selain membuat mesin pewarna yang bisa digunakan untuk pewarna alami, lanjutnya, tim juga mengembangkan beragam pewarna yang terstandar untuk pewarnaan mesin. Mereka menyediakan katalog untuk berbagai variasi warna. Beberapa pewarna alami yang diproduksi adalah indigo, soga, tingi, jalawe, tegeran, dan merbo.

Edia menambahkan proses pewarnaan kain menggunakan mesin ini bisa digunakan untuk kain dari jenis katun dan rayon. Sementara itu untuk kapasitas produksi pewarnaan sangat tergantung dari jenis kain dan warna yang dipilih. “Kapasitasnya tergantung jenis kain dan warna apakah tua atau muda. Kalau untuk rolnya sendiri bisa sampai ratusan meter,” kata Edia.

Edia menambahkan kehadiran GamaWarni ini tak hanya menjadi alternatif solusi dalam mengurangi ketergantungan industri pada pewarna buatan yang sebagian besar masih impor, tetapi juga membantu industri pewarnaan kain, khususnya di tingkat kecil dan menengah. Selain itu menjadi wujud nyata komitmen UGM dalam upaya mendukung pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs). (*)

BACA JUGA : 'Sea Water Desalination,' Inovasi Mahasiswa UNY Ubah Air Laut Jadi Layak Minum Sekaligus Bahan Bakar

Ikuti informasi penting tentang berita terkini perguruan tinggi, wisuda, hasil penelitian, pengukuhan guru besar, akreditasi, kewirausahaan mahasiswa dan berita lainnya dari JURNAL PERGURUAN TINGGI. Anda juga bisa berpartisipasi mengisi konten di JURNAL PERGURUAN TINGGI dengan mengirimkan tulisan, foto, infografis, atau pun video. Kirim tulisan Anda ke email kami: [email protected]

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image

Kontak Info

Jl. Warung Buncit Raya No 37 Jakarta Selatan 12510 ext

Phone: 021 780 3747

[email protected] (Marketing)

× Image