Kebangkitan Ekonomi Indonesia 2022 Harus Ditingkatkan

Bisnis  

Tahun 2020 merupakan petaka bagi Indonesia. Pandemi Covid-19 telah memberi dampak terhadap segala aspek kehidupan termasuk sektor perekonomian. Tercatat ekonomi nasional jatuh ke angka -2,70% pada tahun 2020. Namun dengan berbagai kebijakan dan program pemerintah, ekonomi Indonesia mulai bertahap pulih hingga tahun 2021, yang angkanya tumbuh 3,69%.

Kiri atas: Abdurohman, Shima Dewi, dan Awalil Rizky. (foto : istimewa)

"Ekonomi indonesia memang sudah menunjukan tanda-tanda bangkit sejak tahun 2021. Oleh karena itu perekonomian Indonesia di 2022 diharapkan menjadi momentum yang tepat dalam menjaga kestabilan ekonomi nasional," kata Awalil Rizky, SE pada Webinar bertajuk “Economic Outlook: Menjaga Momentum Kebangkitan Ekonomi Indonesia” Sabtu (5/3/2022).

Webinar diselenggarakan Himpunan Mahasiswa Magister Ekonomika Pembangunan Universitas Gadjah Mada (HIMMEP UGM) Yogyakarta. Selain Awalil Rizky (akademisi dan penulis buku ekonomi), webinar juga menghadirkan pembicara Abdurohman, SE, MSc, PhD, Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro, Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan. Moderator webinar Shima Dewi MT, SE, MSc, dosen Fakultas Ekonomi Bisnis (FEB) UGM.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Lebih lanjut Awalil memberikan saran tentang berbagai faktor yang harus menjadi perhatian utama Indonesia yang harus dilakukan perbaikan. Di antaranya, belanja negara yang tak efisien dan tak efektif, beban utang pemerintah (pelunasan dan bunga) yang meningkat, kondisi keuangan BUMN memburuk. Selain itu, laju penyaluran kredit yang masih lambat, daya beli masyarakat yang rendah, dan ketidakpastian ekonomi global.

Sedang Abdurohman, alumni UGM dan Kepala BKF memandang pemulihan ekonomi Indonesia masih on the track. Hal itu dibandingkan dengan krisis 1998, Indonesia membutuhkan waktu sekitar lima tahun agar ekonomi nasional berada pada tingkat kestabilan yang baru.

Meskipun sudah on the track, kata Abdurohman, perekonomian dalam negeri masih dibayangi ketidakpastian tinggi. Sebab banyak korporasi yang menikmati commodity boom tidak mengalokasikan keuntungannya untuk mendorong sektor investasi.

"Di sisi lain, perang Rusia dan Ukraina tidak memiliki dampak yang luas terhadap perekonomian Indonesia. Salah satu alasan yang mendukung adalah kedua negara bukan mitra dagang strategis bagi Indonesia," kata Abdurohman.

Wakil Dekan III FEB UGM, Gumilang Aryo Sahadewo, SE, MA, PhD dalam keynote speach-nya mengatakan kinerja ekonomi nasional menunjukkan tren bertahap membaik dalam beberapa triwulan terakhir. Namun, pemulihan ekonomi Indonesia tergolong lambat dibanding dengan negara-negara berkembang lainnya, yang disebabkan oleh berbagai aspek-aspek.

"Fenoma itu, memberikan tantangan yang nyata bagi Indonesia mulai dari kenaikan tingkat stuning, angka pengangguran yang tinggi, learning loss, serta banyak pekerja yang beralih ke sektor informal," kata Gumilang.

Ketua HIMMEP UGM, Isdina Farhah, SArs mengatakan webinar yang menggunakan aplikasi zoom dihadiri sekitar 140 peserta dari berbagai wilayah di Indonesia. "Webinar ini bertujuan mengulas peluang dan tantangan ekonomi pasca pandemi," kata Isdina.

Sementara Shima Dewi MT menyimpulkan ada banyak resiko yang harus dikontrol seperti efisien belanja negara dan penguatan produksi sektor riil. "Indonesia juga harus meningkatkan kapabilitas knowledge agar tidak hanya bergerak pada ekspor barang mentah dan primer melainkan juga lebih fokus menata diri di era industri 4.0," kata Shima.

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image

Kontak Info

Jl. Warung Buncit Raya No 37 Jakarta Selatan 12510 ext

Phone: 021 780 3747

[email protected] (Marketing)

× Image