Alasan Ekonomi tak Relevan sebagai Dasar Penundaan Pemilu 2024
JURNAL PERGURUAN TINGGI -- Walaupun ekonomi terpuruk oleh pandemi Covid-19, namun situasinya telah membaik. Saat ini, posisi ekonomi nasional menuju pertumbuhan yang sustain dan secara berangsur-angsur dimungkinkan akan menuju ekonomi yang lebih kuat pada tahun 2022 ini.
Kondisi ini hendaknya tidak dirusak dengan isu penundaan Pemilu 2024. Bila penundaan Pemilu 2024 dipaksakan justru akan menganggu pertumbuhan ekonomi di masa depan.
BACA JUGA : Rektor UWM Meminta Wisudawan Warisi Karakter HB IX
Pakar Ekonomi, Prof Dr Edy Suandi Hamid MEc yang juga Rektor Universitas Widya Mataram (UWM) Yogyakarta mengemukakan hal tersebut saat menjadi keynote speaker pada 'Webinar tentang Pro-Kontra Penundaan Pemilu 2024, Siapa yang Untung?' Kamis (17/3/2022). Kegiatan ini diselengggaran secara kolaborasi antara UWM dan Universitas Muhammadiyah (UM) Metro, Lampung.
Webinar menghadirkan Rektor UM Metro Lampung, Drs Jazim Ahmad, MPd untuk memberikan opening speech. Sedang pembicara dosen Fakultas Hukum UM Metro Dr Betha Rahmasari, SH, MH Hum, dan Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisip) UWM Dr AS Martadani Noor, MA.
Lebih lanjut Edy mengatakan ekonomi Indonesia sedang tumbuh dan membaik. "Apabila disahkan gagasan penundaan itu justru kontra produktif, justru ini menjadi pemicu kekhawatiran terjadinya instabilitas nasional dan menimbulkan kontroversi di berbagai pihak sehingga mengganggu ekonomi nasional,” kata Edy Suandi Hamid.
Menurutnya, penundaan Pemilu 2024 akan menciptakan ketidakstabilan politik yang dapat menganggu ekonomi Indonesia.“Ketidakstabilan menimbulkan kontraksi ekonomi. Menunda dan merekayasa Pemilu bisa mengganggu ekonomi nasional kelak dikemudian hari,” katanya.
Kata Edy, terdapat peluang merealiasaikan penundaan Pemilu 2024 dengan melakukan amandemen UUD 1945.Tetapi itu ongkosnya mahal. Alasan ekonomi sedang tidak baik-baik saja tidak logis atau irasional.
Investor, tandas Edy, justru akan khawatir kalau konstitusi puncak (UUD) saja gampang diubah oleh vested interest group. Tentu undang-undang dan peraturan daerah yang berada di bawah UUD akan lebih mudah diubah.
"Situasi nasional saat ini lebih baik dibanding Pemilu 1998, 1999, 2008. Jika kita lihat pertumbuhan ekonomi Indonesia sudah tumbuh pada 3,69 pada 2021, dan 2022 pemerintah pun menargetkan laju pertumbuhan ekonomi 5,2% (APBN). Ini menggambarkan ekonomi sudah on the track, tak berbeda dengan banyak negara lain,” tandasnya.
Sementara Rektor UM Metro Lampung, Jazim Ahmad, menjelaskan terdapat beberapa negara melakukan penundaan pelaksanaan Pemilu selama pandemi Covid-19. Berdasarkan data International Institute for Democracy and Electoral Assistance (IDEA), di antaranya, Selandia Baru, Hong Kong, dan Bolivia.
Mereka menjadikan pandemi sebagai alasan menunda Pemilu. Alasan lainnya, belum ada penelitian dampak pandemi Covid-19 terhadap ketahanan kesehatan masyarakat pada waktu itu.
“Alasan kemanusiaan atau hak asasi bahwa langkah penundaan Pemilu diambil sebagai upaya untuk melindungi nyawa manusia oleh pemerintah Selandia Baru, Hong Kong, dan Bolivia,” kata Jazim.
Sedang negara yang tetap melaksanakan Pemilu di masa pandemi adalah Korea Selatan dan Singapura. "Indonesia juga berhasil melaksanakan Pilkada di 270 daerah pada tahun 2020, saat itu pandemi sedang dalam puncak. "Kalau mengacu pengalaman negara lain dan negeri sendiri, maka perlu dipikirkan secara mendalam, apakah penundaan Pemilu 2024 terdapat alasan yang kuat?” tandas Jazim. (*)
Ikuti informasi penting tentang berita terkini perguruan tinggi, wisuda, hasil penelitian, pengukuhan guru besar, akreditasi, kewirausahaan mahasiswa dan berita lainnya dari JURNAL PERGURUAN TINGGI. Anda juga bisa berpartisipasi mengisi konten di JURNAL PERGURUAN TINGGI dengan mengirimkan tulisan, foto, infografis, atau pun video. Kirim tulisan Anda ke email kami: [email protected].