Tawaran Rusia Soal Pengembangan PLTN Patut Dipertimbangkan
JURNAL PERGURUAN TINGGI -- Tawaran Presiden Rusia, Vladimir Putin kepada Presiden Joko Widodo saat melawat ke Rusia beberapa waktu lalu, soal Pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Indonesia patut dipertimbangkan. Sebab, Rusia dan Cina, saat ini merupakan negara yang leading dalam pembangunan PLTN. Bahkan beberapa negara, seperti Turki dan Bangladesh, berhasil membangun PLTN dengan basis teknologi Rusia.
Pakar Nuklir Universitas Gadjah Mada (UGM), Dr Ir Alexander Agung, MSc menanggapi isi pertemuan dari lawatan Presiden Jokowi ke Rusia belum lama ini, Rabu (6/7/2022). Meski perlu kajian mendalam soal PLTN, tawaran dari Putin tersebut setidaknya membangkitkan kembali semangat dan cita-cita Indonesia dalam pengembangan energi nuklir.
BACA JUGA : Lentera DESA UGM, Aplikasi Penyuluhan untuk Tingkatkan Kualitas Usaha Pertanian
“Tentunya kajian yang mendalam perlu dilakukan, karena vendor PLTN tidak harus dari Rusia, bisa saja dari negara lain. Kajian tentunya dilakukan untuk memastikan secara tepat, tingkat daya yang dibutuhkan dan disesuaikan dengan kebutuhan,” kata Alexander.
BACA JUGA : Software Desain MTI UII untuk Omah Batik Ngesti Pandowo Semarang
Dijelaskan Alexander, kendala utama pengembangan PLTN di Tanah Air bukan bersumber dari sisi teknologi atau kesiapan sumber daya manusia, namun aspek kebijakan sosial dan politik. Aspek sosial, antara lain masih banyak masyarakat yang takut kalau mendengar kata nuklir. Ada stigma terkait dengan bom atom, kecelakaan Chernobyl dan Fukushima. “Isu tersebut sebenarnya bisa terpatahkan dengan mudah. Kuncinya sosialisasi dan edukasi,” tandas Alexander.
Sedang aspek politik, ujarnya, justru menjadi pangkal utama dari mandegnya implementasi perencanaan pembangunan PLTN sejak lama. “Sebenarnya keputusan Go Nuclear untuk PLTN pertama, itu mesti dari pemerintah. Tanpa komitmen yang kuat dari pemerintah, susah untuk mengembangkan energi nuklir di Indonesia,” jelasnya.
Belum lagi adanya kebijakan bauran energi, di mana energi fosil saat ini masih mendominasi, bahkan sampai tahun 2030-an. “Kondisi ini semakin mempersulit pengembangan energi nuklir,” paparnya.
BACA JUGA : FT UGM dan ThorCon Kerjasama Desain Keselamatan PLTN
Alex berkeyakinan bahwa tawaran dari Putin kepada Presiden Jokowi lebih ke arah pengembangan energi nuklir untuk listrik. Sebab Putin sempat menyebut Rosatom yang merupakan vendor PLTN.
Menurutnya ruang lingkup kerja sama seharusnya bisa diperluas sehingga seperti pengembangan teknologi akselerator yang saat ini juga banyak diperlukan, terutama untuk keperluan medis. Selain itu, di bidang kedokteran nuklir dan radioterapi juga menarik untuk dikembangkan dalam bentuk kerjasama dengan Rusia.
“Yang jelas, kerjasamanya tidak berupa pengembangan senjata nuklir. Karena hal itu tidak akan dilakukan oleh Indonesia karena Indonesia telah meratifikasi traktat non-proliferasi senjata nuklir,” pungkasnya. (*)
BACA JUGA : Laboratorium Kalibrasi UII Dapat Pengakuan ISO/IEC 17025:2017
Ikuti informasi penting tentang berita terkini perguruan tinggi, wisuda, hasil penelitian, pengukuhan guru besar, akreditasi, kewirausahaan mahasiswa dan berita lainnya dari JURNAL PERGURUAN TINGGI. Anda juga bisa berpartisipasi mengisi konten di JURNAL PERGURUAN TINGGI dengan mengirimkan tulisan, foto, infografis, atau pun video. Kirim tulisan Anda ke email kami: [email protected].