Citayam Fashion Week Budaya Baru Lawan Konsumerisme
JURNAL PERGURUAN TINGGI -- Citayam Fashion Week yang digelar anak muda dari Depok, Citayam, dan Bojong Gede merupakan pembentukan budaya baru yang dilakukan anak-anak muda. Sehingga kegiatan yang digelar di jalanan kawasan bisnis dan perkantoran Jalan Sudirman, Jakarta ini perlu mendapatkan apresiasi.
“Salah satu karakter kaum muda adalah pencipta budaya dan kebudayaan youth culture. Fenomena Citayam mempunyai efek budaya dari kebudayaan tersebut,” kata Sosiolog Universitas Gadjah Mada (UGM), Derajat Sulistyo Widhyarto, SSos, MSi.
BACA JUGA : Sosiolog: Privatisasi Ruang Publik Memicu Aksi Klithih
Kemunculan anak muda yang menggunakan area publik di pusat kota sebagai lokasi unjuk ekspresi serta memilih gaya busana sebagai pilihan budaya baru sangat brilian. Sebab gaya busana bagian dari budaya yang bisa diterima oleh seluruh lapisan masyarakat. "Ruang kota menawarkan tantangan baru yakni kesempatan untuk mendorong pembentukan budaya, mengikuti budaya yang bisa diterima adalah fashion,” jelasnya.
Para anak muda yang melakukan peragaan busana di jalanan ibu kota ini umumnya berasal dari kota-kota penyangga Jakarta. Bahkan mereka juga berasal dari keluarga kelas menengah ke bawah seakan menunjukkan bahwa apa yang mereka lakukan melawan arus fenomena budaya konsumerisme dan pamer kemewahan yang ditunjukkan para pegiat media sosial (Medsos) dan influencer.
"Mereka memang kalah bertarung dengan kaum muda menengah ke atas yang sudah masuk ruang bisnis kota. Maka Citayam adalah representasi kaum muda menengah ke bawah dan menjadi bagian dari eksistensi baru mereka dalam mengisi ruang kota dan sekaligus pembentuk budaya muda kota,” tandasnya.
Meski begitu, kaum muda ini menurut Derajat Sulistyo juga menggunakan media digital untuk memperkuat gaung ruang ekspresi budaya baru mereka. “Kaum muda di sekitar Jakarta paham betul jika Jakarta adalah ruang yang bisa mewakili daya tarik dan meningkatkan audiens. Maka mereka dengan sadar menjadikan Jakarta sebagai ruang penciptaan budaya,” katanya.
Menurut Derajat, cara dan gaya busana komunitas Citayam memang unik. Mereka memilih mengenakan baju pinjaman atau membeli dengan harga murah. Berbeda dengan yang dilakukan oleh kaum muda perkotaan. “Menggunakan baju pinjaman sampai dengan membeli dengan harga murah, hal inilah yang membentuk kritik konsumsi fashion kaum muda kota yang terjebak memakai baju produk industri,” tandasnya. (*)
BACA JUGA : APTISI Yogyakarta Mencari Solusi Atasi Klithih
Ikuti informasi penting tentang berita terkini perguruan tinggi, wisuda, hasil penelitian, pengukuhan guru besar, akreditasi, kewirausahaan mahasiswa dan berita lainnya dari JURNAL PERGURUAN TINGGI. Anda juga bisa berpartisipasi mengisi konten di JURNAL PERGURUAN TINGGI dengan mengirimkan tulisan, foto, infografis, atau pun video. Kirim tulisan Anda ke email kami: [email protected].