Prof Edy Suandi Hamid: PTIS Harus Memikirkan Pemecahan Masalah Bangsa

Info Kampus  
Prof Edy Suandi Hamid saat memberikan sambutan pada Munas XIII BKS PTIS di Kampus UII Yogyakarta, Rabu (8/3/2023). (foto : screenshotyoutube/heri purwata)

JURNAL PERGURUAN TINGGI -- Prof H Edy Suandi Hamid, Sekretaris Dewan Penasehat Badan Kerja Sama Perguruan Tinggi Islam Swasta (BKS PTIS) mengharapkan agar PTIS tidak hanya berpikir mencari mahasiswa, akreditasi, tetapi juga berpikir untuk ikut memecahkan persoalan kebangsaan, terutama masalah karakter bangsa. Sebab karakter bangsa berkaitan erat dengan akhlaq. Sedangkan akhlaq itu menjadi domain agama dan Islam itu meliputi ibadah, muamalah, dan akhlaq.

Edy Suandi Hamid mengemukakan hal tersebut kepada wartawan seusai pembukaan Musyawarah Nasional XIII BKSPTIS yang diselenggarakan di Auditorium Abdul Kahar Mudzakkir Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Rabu (8/3/2023). Munas XIII BKSPTIS yang mengangkat tema 'Perguruan Tinggi Islam Swasta, Memajukan Indonesia dan Merawat Jagat' berlangsung Rabu - Kamis (8- 9/3/2023).

BACA JUGA : Revitalisasi Islam Wasathiyah agar Selalu Relevan dengan Perkembangan Zaman

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Dijelaskan Edy Suandi Hamid, saat ini bangsa Indonesia sedang menghadapi persoalan karakter bangsa. "Bayangkan bagaimana perilaku hakim, jaksa kita, polisi yang bertugas menegakkan keadilan tetapi menembaki orang. Lembaga pendidikan sendiri, menggelar demo sering anarkis, ada aksi klitih (melihatkan siswa SMP, SMA), korupsi ada di mana-mana. Ini menggambarkan ada persoalan karakter," tandas Edy.

Menurut Edy, tantangan PTIS saat ini semakin berat. Sebab saat berbicara karakter bangsa, berkaitan dengan akhlaq. Sedangkan akhlaq itu menjadi domain agama dan Agama Islam itu meliputi ibadah, muamalah, serta akhlaq.

"Jadi PTIS itu wajar kalau agak fokus memberikan perhatian pada pendidikan karakter atau akhlaq. Akhlaq bukan hanya sebagai knowledge, tetapi ditunjukkan dalam perilakunya. Implemented in their behavior, student behavior, perilaku dosen dan sebagainya. Itu tantangan yang cukup berat bagi kita," kata Edy.

Sedang tantangan lain yang dihadapi PTIS, banyak perguruan tinggi luar negeri yang bebas masuk Indonesia. Bahkan saat ini secara virtual, orang Indonesia bisa studi di Amerika, Eropa, Cina, negara Komunis. "Kalau PTIS statis, tidak mengikuti perkembangan zaman dengan digitalized, pasti akan tertinggal," tandas Edy.

BACA JUGA : Prof Amin Abdullah: Kasus Ferdy Sambo Cermin Karakter Buruk

Sementara Rektor UII, Prof Fathul Wahid ST, MSc, PhD mengatakan BKS PTIS merupakan forum untuk saling berbagi dan menginspirasi. Semua PTIS yang merupakan representasi bagian anak bangsa Indonesia harus maju bersama dan berkolaborasi. "Sekarang era kolaborasi dan bukan kompetisi yang tidak sehat," kata Fathul.

Lebih lanjut Fathul mengatakan perbedaan latar belakang pemikiran dan organisasi induk bukan menjadi alasan untuk tidak saling mengenal dan bekerjasama. Setiap perguruan tinggi Islam mempunyai karakter masing-masing, sehingga hal tersebut perlu dihargai secara tulus.

"Tingkat kematangan dalam berkembang PTIS beragam, masalah yang dihadapi pun bervariasi. Sebagian sudah berorientasi global, sebagian lain masih berjuang mencari mahasiswa, bahkan sebagian lain masih memikirkan keberlangsungan hidupnya. Karena itu, kolaborasi merupakan kunci untuk maju bersama," katanya. (*)

BACA JUGA : Rektor UII : Islam Menjadi Pendekatan Baru 'Soft Power'

Ikuti informasi penting tentang berita terkini perguruan tinggi, wisuda, hasil penelitian, pengukuhan guru besar, akreditasi, kewirausahaan mahasiswa dan berita lainnya dari JURNAL PERGURUAN TINGGI. Anda juga bisa berpartisipasi mengisi konten di JURNAL PERGURUAN TINGGI dengan mengirimkan tulisan, foto, infografis, atau pun video. Kirim tulisan Anda ke email kami: [email protected].

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image

Kontak Info

Jl. Warung Buncit Raya No 37 Jakarta Selatan 12510 ext

Phone: 021 780 3747

[email protected] (Marketing)

× Image