Hawa Panas, Akibat Perubahan Iklim Global, Ini Penjelasan Pakar

News  
Sinar matahari yang menyengat. (foto : istimewa)

JURNAL PERGURUAN TINGGI -- Kenaikan suhu atau hawa panas global akibat perubahan iklim telah dirasakan masyarakat dari berbagai belahan dunia. Sejumlah lembaga internasional memprediksikan perubahan iklim ini akan berlangsung selama dua puluh tahun ke depan.

Pakar Klimatologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Dr Andung Bayu Sekaranom SSi, MSc mengungkapkan hal tersebut pada seminar 'Prediksi Musim; Antara Variabilitas dan Perubahan Iklim' di ruang Auditorium Merapi Fakultas Geografi UGM, Jumat (24/3/2023).

BACA JUGA : Pakar Iklim UGM : Cuaca Ekstrem di Indonesia Cenderung Meningkat, Ini Penyebabnya

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Menurut Dosen Laboratorium Hidrologi dan Klimatologi Lingkungan, Fakultas Geografi UGM ini negara-negara di daerah tropis dan subtropis mengalami peningkatan temperatur yang tinggi. Selain itu, negara tersebut juga akan mengalami peningkatan curah hujan. “Hingga tahun 2100 akan semakin tinggi tingkat curah hujan ada kaitannya dengan bencana sehingga perlu mitigasi,” kata Andung.

Perubahan iklim, kata Andung, dapat berpotensi menjadi katalis perubahan cuaca ekstrem dalam jangka pendek. Namun terbatasnya data yang ada membuat para ahli mengalami kendala untuk menganalisanya.

"Salah satu kendalanya, di tingkat masyarakat, persepsi terkait dengan dampak perubahan iklim ini dapat berbeda-beda. Hal ini dipengaruhi faktor usia, lokasi tempat tinggal dan tingkat pendidikan sehingga penting adanya konfirmasi persepsi dengan data. Sehingga kita butuh data lebih detail seberapa besar dampak dari perubahan iklim ini,” katanya.

BACA JUGA : Fitohormon Perkuat Tanaman Hadapi Perubahan Iklim Global

Sementara Koordinator Bidang Analisis Variabilitas Iklim BMKG Pusat, Supari, SSi, MSc, PhD mengatakan ada sejumlah peralatan untuk memberikan layanan informasi cuaca kepada masyarakat. "BMKG menggunakan data dari hasil observasi 42 radar, 113 meteorologi station, 102 upper air station, 14 marine meteorologi station, dan lebih 1200 Automatic Weather Station (AWS)," kata Supari.

Berdasarakan data tersebut, BMKG menyampaikan kondisi cuaca di permukaan, atmosfer, juga terkait kondisi angin, suhu, tekanan dan kelembaban udara. Selain itu, tim BMKG juga melakukan asimilasi data dengan menggabungkan semua data pengamatan yang dikonversi menjadi sebuah model prakiraan.

"Hasil pemodelan cuaca dengan bentuk prakiraan berbasis dampak. Kemudian bisa memberikan informasi lebih lanjut dengan prakiraan dan dampak yang dihasilkan," jelas Supari. (*)

BACA JUGA : Rancang Early Warning System Banjir, Mahasiswa UGM Juara 1 Lomba Esai PHNC

Ikuti informasi penting tentang berita terkini perguruan tinggi, wisuda, hasil penelitian, pengukuhan guru besar, akreditasi, kewirausahaan mahasiswa dan berita lainnya dari JURNAL PERGURUAN TINGGI. Anda juga bisa berpartisipasi mengisi konten di JURNAL PERGURUAN TINGGI dengan mengirimkan tulisan, foto, infografis, atau pun video. Kirim tulisan Anda ke email kami: [email protected].

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image

Kontak Info

Jl. Warung Buncit Raya No 37 Jakarta Selatan 12510 ext

Phone: 021 780 3747

[email protected] (Marketing)

× Image