Pakar Hukum: Role Model Pemberantasan Mafia Tanah
JURNAL PERGURUAN TINGGI -- Saat ini, permasalahan tanah semakin pelik dan ruwet sebab melibatkan para mafia yang melakukan tindak kejahatan terorganisasi. Bahkan kejahatan para mafia tanah ini sulit dilacak secara hukum, karena mereka berlindung di balik penegakan dan pelayanan hukum.
Karena itu, negara sudah saatnya membuat role model untuk memberantas mafia tanah. Sedikitnya ada tiga role model, pertama, mengoptimalkan Satuan Tugas Anti Mafia Tanah. Kedua, sinkronisasi hukum antara hukum pertanahan dan teknologi informasi hukum pidana yang berkaitan dengan masalah pembuktian kepemilikan hak atas tanah.
BACA JUGA : Rektor UP 45 Harapkan Alumni Berikan Kontribusi Positif pada Almamater
Ketiga, kepolisian dapat meminta bantuan misalnya (Pusat Penelitian Analitis dan transaksi keuangan (PPATK) untuk menyusuri aliran dana hasil kejahatan dengan menggunakan delik tidak pidana pencucuian uang. Sehingga hasil kejahatan dapat dikembalikan kepada pihak yang dirugikan.
Demikian diungkapkan Dr Aarce Tehupeiory, SH, MH, Dosen Pasca Sarjana, Progran Doktor Hukum Universitas Kristen Indonesia (UKI) Jakarta dalam orasi ilmiah pada Wisuda Sarjana Universitas Proklamasi (UP) 45 Yogyakarta, Sabtu (13/5/2023). Praktik mafia tanah terjadi akibat pemalsuan dokumen, pemalsuan surat keterangan tanah dan pengubahan batas tanah.
Dijelaskan Aarce, penyebab maraknya kasus mafia tanah akibat data pertanahan tidak akurat. Modus yang dilakukan mafia tanah dengan cara pemufakatan jahat sehingga menimbulkan sengketa, konflik dan perkara pertanahan.
Pemufakatan jahat tersebut di antaranya, pertama, Kepala Desa membuat salinan girik, membuat surat keterangan tidak sengketa, membuat surat keterangan penguasaan fisik atau membuat surat keterangan tanah lebih dari satu kepada beberapa pihak untuk bidang tanah yang sama.
BACA JUGA : Pakar Hukum UII : Partai Politik Justru sebagai Aktor Perusak Demokrasi
Kedua, pemalsuan dokumen terkait tanah seperti kartu eigendom, kikitir/girik, surat keterangan tanah. Ketiga, memprovokasi masyarakat untuk mengkorupsi atau mengusahakan tanah secara ilegal di atas tanah perkebunan HGU baik yang akan berakhir maupun yang masih berlaku.
Keempat, mengubah atau menggeser dan menghilangkan patok tanda batas tanah. Kelima, mengajukan permohonan sertipikat pengganti karena hilang, padahal sertipikat tidak hilang dan masih dipegang oleh pemiliknya sehingga mengakibatkan beredarnya dua sertipikat di atas bidang tanah yang sama.
Menurut Aarce, kepada korban mafia tanah, fisik sertifikat tanah hasil kejahatan di kembalikan kepada pemilik sesungguhnya. Korban mafia tanah tidak perlu bersama-sama untuk mendapatkan pemulihan kerugian.
Selain itu, perlu upaya memutuskan ekosistim dan episentrum mafia tanah. Ada dua cara yaitu pertama, tanah harus dimanfaatkan jangan diterlantarkan. Artinya, pemilik tanah harus memfungsikan tanah tersebut dan menguasai secara fisik.
Pengurusan administrasi kepemilikan tanah sebaiknya dilakukan sendiri. Artinya, pemilik tanah tidak boleh mengutus orang lain dalam urusan administrasi kepemilikan tanah. Pembangunan sistim aplikasi oleh BPN yang lebih massif skala nasional dengan program “Jaga Tanahku” untuk menimbulkan kesadaran masyarakat melek pendaftaran tanah.
Kedua, ATR/BPN mensosialisasikan kepada masyarakat agar segera melegalkan status kepemilikan tanah mereka. Sebab adanya legalitas tanah berupa sertifikat hak atas tanah, masyakat akan semakin terlindungi dari para mafia tanah.
"Negara harus melakukan penegakan hukum terhadap kasus-kasus mafia tanah secara political will yaitu dibutuhkan strategi yang jitu dengan cara mengaktifkan semua lembaga yang berkaitan dengan masalah atau konflik pertanahan seefektif mungkin melalui penegakan hukum," harap Aarce. (*)
BACA JUGA : Prof Syamsudin, Guru Besar UII Mengajak Berhukum Profetik di Zaman Edan, Ini Penjelasanya
Ikuti informasi penting tentang berita terkini perguruan tinggi, wisuda, hasil penelitian, pengukuhan guru besar, akreditasi, kewirausahaan mahasiswa dan berita lainnya dari JURNAL PERGURUAN TINGGI. Anda juga bisa berpartisipasi mengisi konten di JURNAL PERGURUAN TINGGI dengan mengirimkan tulisan, foto, infografis, atau pun video. Kirim tulisan Anda ke email kami: [email protected].