KDRT Masih Dianggap Aib, Kasusnya tak Diproses Hukum
JURNAL PERGURUAN TINGGI -- Kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) atau kekerasan domestik di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) setiap tahunnya sebanyak 700 peristiwa. Namun KDRT masih dianggap sebagai aib. Sehingga para korban beserta keluarganya di DIY cenderung merahasiakan dan tidak melaporkan tindak kekerasan tersebut ke aparat kepolisian.
Padahal menurut Dosen Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram (UWM), Laili Nur Anisah SH, MH, menutup rapat tindak KDRT tidak menyelesaikan masalah. Seharusnya masyarakat dan perangkat desa perlu menyadari tentang pentingnya pencegahan dan penanganan kasus KDRT.
BACA JUGA : Rektor UWM Meminta Wisudawan Warisi Karakter HB IX
Alasan itulah, Laili Nur Anisah melakukan pengabdian kepada masyarakat untuk memberikan penyuluhan hukum. Pengabdian masyarakat dilaksanakan di Kalurahan Giripurwo, Kapanewon Girimulyo, Kabupaten Kulonprogo, Kamis (9/6/2022). Penyuluhan hukum ini dihadiri perangkat desa antara lain Kepala Desa, Dukuh, Ulu-lu, Kamituwa, Carik, Jagabaya, Perwakilan Badan Permusyawaratan Desa dan Anggota PKK.
“Masyarakat perlu memiliki kesadaran terhadap pentingnya pencegahan dan penanganan kasus kekerasan dalam rumah tangga. Terutama perangkat desa yang menjadi rujukan dalam menyelesaian masalah untuk warganya,” kata Laili Nur Anisah.
Mengutip data Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk DIY, angka KDRT di DIY mencapai 700 kasus setiap tahunnya. Ia memprediksikan jumlah kejadian yang sebenarnya melebihi angka tersebut. “Kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga masih banyak terjadi di DIY, tetapi para korban tidak melaporkan ke aparat,” kata Laili.
BACA JUGA : Yogurt Seledri Anti Kolesterol Jahat, Kreasi Peneliti UWM dan UGM
Laili menjelaskan ada empat bentuk KDRT yang dimuat dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Keempat bentuk kekerasan yaitu fisik, psikis, seksual dan penelantaran rumah tangga. “Dari data kekerasan rumah tangga di DIY, kasus terbanyak kekerasan penelantaran rumah tangga dan kekerasan fisik,” kata Laili.
Laili Nur Anisah mensosialisasikan bentuk-bentuk kekerasan rumah tangga dan mendiskusikan dengan warga dalam pengabdian masyarakat tersebut. Tema pengabdian masyarakat 'Pemahaman Pencegahan dan Penanganan Kekerasan dalam Rumah Tangga.'
Dalam dialog, Laili menjelaskan cara-cara penanganan kasus kekerasan dalam rumah tangga di lingkungan RT/RW. Langkah pertama, korban dan keluarga serta apparat desa perlu sepakat bahwa KDRT sudah merupakan wilayah publik. "Ini diperkuat dengan undang-undang dan peraturan turunannya. Di antaranya, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga," katanya.
BACA JUGA : Prodi DHI UII Dapat Visiting Doctor dari IAIN Batusangkar
Menurut Laili, problem dalam penanganan kasus KDRT, para korban dan keluarga tidak bersedia untuk membuka masalahnya ke publik atau melaporkan ke apparat penegak hukum. Karena kasus itu masih dianggap sebagai aib dan harus dirahasiakan.
Padahal, tandas Laili, dalam undang-undang, kasus KDRT sudah dikategorikan wilayah publik. Ancaman dan sanksi pidana penjara lima tahun ke atas untuk kekerasan fisik, tiga tahun ke atas untuk kekerasan psikis, lima tahun ke atas untuk kekerasan seksual dan tiga tahun ke atas untuk penelataran rumah tangga.
Laili berharap, pengabdian kepada masyarakat ini bisa mencerahkan warga Kalurahan Giripurwo Kapanewon Girimulyo Kabupaten Kulonprogo. Sehingga mereka memiliki komitmen untuk menekan terjadinya kasus KDRT, serta bisa menangani secara cepat apabila terjadi kekerasan rumah tangga. (*)
BACA JUGA : Kurma Cepat Mengembalikan Energi Setelah Puasa