Indonesia Siap Menghadapi Resesi Ekonomi 2023, Ini Analisa Pakar Ekonomi UGM

Ekonomi  
Eddy Junarsin, Pakar Ekonomi UGM. (foto : istimewa)

JURNAL PERGURUAN TINGGI -- Tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia, dalam enam kuartal terakhir, tumbuh di angka 5,3 rata rata per tahun dan tingkat inflasi Indonesia sekitar 5,42. Ini merupakan prestasi tersendiri bagi Indonesia. Sebab Indonesia sempat mengalami pertumbuhan ekonomi yang negatif dalam dua kuartal di masa awal pandemi lalu.

Menurut Eddy Junarsin, PhD, Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Gadjah Mada (FEB UGM), kondisi merupakan modal yang kuat untuk menghadapi prediksi resesi ekonomi tahun 2023. Di negara maju seperti Amerika tingkat inflasinya sampai 9 persen. Sekarang 7,1 persen. Eropa sekarang (inflasi) 10 persen.

BACA JUGA : Tips Hadapi Resesi 2023, Cari Penghasilan Tambahan dan Penghematan

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

"Indonesia Sempat mengalami pertumbuhan negatif, sekarang pertumbuhan menjadi positif. Tentu ini bukan cerminan hasil akhir, sebab berbagai faktor fundamental tidak selamanya kita kuat seperti yang kita bayangkan,” kata Eddy Junarsin, pada Webinar yang diselenggarakan Pusat Studi Transportasi dan Logistik UGM, Rabu (14/12/2022).

Dalam webinar bertajuk Guncangan Ekonomi Makro terhadap Sektor Transportasi dan Logistik di Indonesia, Eddy menyarankan agar kebijakan ekonomi makro Indonesia diperkuat untuk menghadapi dampak resesi tersebut. Sebab meski pertumbuhan ekonomi tinggi dan tingkat inflasi di angka 5 persen, pemerintah harus tetap waspada terhadap ancaman resesi global.

"Dibandingkan negara maju, kita bisa optimis sekali, namun tetap hati hati. Saya kira pemerintah juga berhati hati terlihat dari pernyataan yang disampaikan berulang-ulang oleh Presiden dan menteri-menteri," kata Eddy.

Eddy menambahkan soal resesi, negara-negara di dunia termasuk Indonesia sudah mengalaminya saat di awal pandemi yaitu pertumbuhan hampir seluruh negara menjadi negatif. Eddy menilai faktor pandemi juga menjadi penyebab krisis dan resesi yang diprediksi terjadi pada tahun depan.

BACA JUGA : Abi Fadillah: Tak Perlu Khawatir Resesi Ekonomi 2023, Tetapi Tetap Waspada

Menurut Eddy, krisis yang diprediksi tahun 2023, berbeda dengan krisis tahun 1998 yang melanda Indonesia. Krisis kala itu disebabkan sektor perbankan dan properti. Sedang krisis pada tahun 2008 disebabkan perbankan di Amerika yang menjalar ke seluruh dunia sehingga yang menyebabkan ekonomi global menjadi lesu.

Meski setiap krisis disebabkan oleh berbagai macam faktor, namun solusi yang dilakukan setiap negara dalam menanggulangi krisis hampir sama. Salah satunya, Bank Sentral membeli surat berharga yang diterbitkan oleh pemerintah. Lalu dana tersebut digunakan pemerintah untuk mendongkrak agar ekonomi bisa tumbuh kembali.

"Bila krisis sudah lewat, selalu ada efek samping. Hampir sama seperti kita bila minum obat. Biasanya yang akan terjadi adalah peredaran uang yang lebih banyak, akan terjadi inflasi dan melonjak. Seberapa lama kondisi ini terjadi, itu yang perlu diatur," saran Eddy. (*)

BACA JUGA : Eksklusivitas Konglomerat Ganjal Aktualisasi Kekuatan Lokal

Ikuti informasi penting tentang berita terkini perguruan tinggi, wisuda, hasil penelitian, pengukuhan guru besar, akreditasi, kewirausahaan mahasiswa dan berita lainnya dari JURNAL PERGURUAN TINGGI. Anda juga bisa berpartisipasi mengisi konten di JURNAL PERGURUAN TINGGI dengan mengirimkan tulisan, foto, infografis, atau pun video. Kirim tulisan Anda ke email kami: [email protected].

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image

Kontak Info

Jl. Warung Buncit Raya No 37 Jakarta Selatan 12510 ext

Phone: 021 780 3747

[email protected] (Marketing)

× Image