Puasa dalam Pandangan Psikolog, Ahli Gizi dan Ahli Makanan UGM

Tips  
Tiga pakar UGM membahas tips agar mendapatkan manfaat ibadah puasa Ramadhan secara maksimal. (foto : istimewa)

JURNAL PERGURUAN TINGGI -- Umat Islam saat ini sedang menjalankan ibadah wajib puasa Ramadhan 1444 H. Puasa merupakan ibadah yang dilaksanakan sebulan penuh setiap tahunnya. Berikut pandangan psikolog, ahli gizi, dan ahli makanan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta agar puasa dapat memberikan manfaat maksimal.

Psikolog UGM, Dr Bagus Riyono, MA, Psikolog, menyebutkan puasa bermanfaat untuk meningkatkan kontrol diri. Seseorang yang menjalankan ibadah puasa berlatih delay gratification atau menunda pemuasan dari makan, emosi, dan nafsu lainnya.

BACA JUGA : UGM Dukung Kampanye Program Makan B2SA untuk Hadapi Krisis Pangan

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

"Menunda pemuasan terkait emosi, maka akan ada jeda, tidak berperilaku impulsif, sehingga akan terjadi penurunan ketegangan atau stres dalam diri," kata Bagus saat bincang-bincang dengan wartawan dalam kegiatan Pojok Bulaksumur di Kantor Pusat UGM, Senin (20/3/2023).

Lebih lanjut Bagus menjelaskan saat seseorang menjalankan puasa, jiwa dilatih untuk disiplin dan tekun sehingga hati merasakan tenang. Selain itu, puasa juga melatih diri untuk merespon semua hal dengan lebih tenang sehingga dapat menurunkan stres dalam diri.

“Puasa Ramadhan menjadi momentum untuk bersiap-siap menjalani kehidupan setelah Ramadahan. Jadi jangan sampai mengendalikan diri hanya dilakukan saat puasa saja. Justru puasa Ramadhan ini menjadi latihan mengendalikan diri untuk persiapaan kehidupan setelah puasa,” kata Bagus.

Sedang Dietisien Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FKKMK) UGM, Tony Arjuna, SGz, M Nut Diet, AN, APD, PhD, mengatakan puasa membuat badan secara fisik menjadi semakin sehat. Sebab, saat puasa secara fisiologis melatih tubuh dalam pembakaran kalori.

BACA JUGA : Tips Aman Berinvestasi ala Pakar Ekonomi UGM

Tetapi Tony mengingatkan masih ada kebiasaan yang salah dilakukan masyarakat dalam pemilihan makanan saat buka dan sahur. Pemilihan makanan yang salah ini bisa memengaruhi kesehatan dan kebugaran tubuh di saat menjalankan puasa.

“Saat buka puasa, seseorang makan makanan dalam jumlah yang banyak. Sehingga menyebabkan gula darah dalam tubuh cepat naik, namun turunnya juga cepat. Hal ini tidak sehat untuk badan. Sehingga seseorang menjadi lemes dan ngatuk karena caranya kurang tepat,” kata Tony.

Menurut Tony, seseorang harus mengatur cara menyantap makanan agar tidak berlebihan di saat berbuka puasa dan sahur. Tony menganjurkan agar menyantap makanan secara bertahap, meskipun kondisi perut dalam keadaan lapar. Hal itu penting dilakukan supaya energi yang dikeluarkan juga keluar secara bertahap.

Tony juga menganjurkan makanan yang baik dikonsumsi saat buka dan sahur. Di antaranya, mengonsumsi makanan yang sifatnya lambat dicerna tubuh. Untuk protein pilih daging, ikan, dan ayam. Sedang karbohidrat dianjurkan memilih karbohidrat kompleks seperti nasi merah, ubi, sereal, roti gandum utuh. "Karbohidrat komplek lebih baik dibandingkan karbohidrat sederhana seperti nasi putih dan mie," kata Tony.

Tony juga menganjurkan agar seseorang mengonsumsi buah dan sayuran. Sebab kedua bahan makanan ini memiliki kandungan tinggi serat yang lambat dicerna sehingga bisa kenyang lebih lama.

“Selama puasa agar tetap sehat dan bugar kuncinya bukan makan mahal dan enak. Kuncinya makanan yang bervariasi, semakin variatif maka semakin banyak zat gizi yang diperoleh tubuh,” tambahnya.

BACA JUGA : Tips Pilih Hewan Kurban Saat Marak Wabah PMK

Sementara Direktur Halal Research Center Fakultas Peternakan UGM, Nanung Danar Dono, SPt, MSc, PhD, menyampaikan pemilihan dan pengolahan bahan makanan berpengaruh terhadap kesehatan tubuh. Nanung menganjurkan agar masyarakat memilih bahan makanan segar.

“Bahan makanan yang segar, kandungan gizinya lengkap dan belum banyak yang rusak. Hindari penggunaan daging basi atau bangkai karena kandungan gizinya tentunya sudah banyak yang berkurang dan berpotensi menimbulkan penyakit,” terangnya.

Nanung menjelaskan daging yang mati bukan karena disembelih, baik dikarenakan sakit maupun mati karena tua tidak baik dikonsumsi dan berbahaya bagi tubuh. Pasalnya, darah dalam daging bangkai tidak keluar maksimal layaknya hewan yang disembelih.

"Darah yang tidak keluar secara maksimal dalam bangkai mengandung timbunan makanan yang berlimpah bagi bakteri pembusuk. Dengan kata lain bangkai menjadi tempat perkembangbiakan bakteri pembusuk," katanya. (*)

BACA JUGA : Tips Jaga Kesehatan Saat Lebaran

Ikuti informasi penting tentang berita terkini perguruan tinggi, wisuda, hasil penelitian, pengukuhan guru besar, akreditasi, kewirausahaan mahasiswa dan berita lainnya dari JURNAL PERGURUAN TINGGI. Anda juga bisa berpartisipasi mengisi konten di JURNAL PERGURUAN TINGGI dengan mengirimkan tulisan, foto, infografis, atau pun video. Kirim tulisan Anda ke email kami: [email protected].

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image

Kontak Info

Jl. Warung Buncit Raya No 37 Jakarta Selatan 12510 ext

Phone: 021 780 3747

[email protected] (Marketing)

× Image