Tanaman Tembakau Dianggap Berkah, Petani Temanggung harus Tabah Walau tak Sejahtera

Gaya Hidup  
Tanaman tembakau. (foto : istimewa)

JURNAL PERGURUAN TINGGI -- Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah memiliki julukan sebagai Kota Tembakau. Walaupun keadaan petani tembakau tidak sejahtera, namun mereka tetap setia menjadi petani tembakau meski ada alternatif tanaman pertanian yang lain yang lebih menguntungkan. Sebab para petani menganggap tanamanan tembakau merupakan berkah yang menuntut ketabahan untuk sejahtera.

Itulah hasil penelitian Tim Mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) bidang Riset Sosial Humaniora. Mereka merupakan kolaborasi dari empat program studi (Prodi) yang terdiri Abdila (Sejarah 2020), Wahyu Lestariningsih (Antropologi Budaya 2020), Devina Savana Putri (Ilmu Ekonomi 2021), dan Ana Fitro Tunnisa (Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan 2022).

BACA JUGA : Sudah Dipasarkan, Inovasi Mahasiswa UGM Olah Cangkang Telur Jadi Pupuk Gama Organic

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Mereka didampingi dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol), Dr Hempri Suyatna, SSos, MSi. Mereka mengangkat judul penelitian “Antara Kemiskinan dan Mitos Ngalap Berkah: Kontradiksi Persepsi Kesejahteraan Petani Tembakau Temanggung.”

Temuan dalam penelitian, kata Wahyu Lestariningsih, tembakau dianggap berkah sehingga menuntut petani agar tetap tabah dalam segala kondisi perekonomian. "Sehingga petani tetap membudidayakan tembakau serta memperlakukan tembakau dengan keistimewaan tersendiri merupakan bagian dari keterikatan spiritual-emosional dalam upaya mencari berkah,” kata Wahyu Lestariningsih di Kampus UGM Yogyakarta, Rabu (11/10/2023).

Lebih lanjut Wahyu Lestariningsih menjelaskan di masyarakat Temanggung beredar mitos bahwa tembakau dapat membawa kesejahteraan yang tinggi bagi petani. Sehingga tanaman tembakau sering disebut 'emas hijau,' tanaman para 'wali.' Para petani juga melakukan berbagai praktik ritual menyerupai ngalap berkah (mencari berkah) dalam proses penanaman serta pengolahan tembakau.

BACA JUGA : ADEM, Alat Pendeteksi Suhu Kandang Ayam Broiler, Inovasi Mahasiswa UGM

Untuk memperoleh data, kata Abdila, tim melakukan observasi dan wawancara mendalam di Kecamatan Tlogomulyo, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah pada bulan Juli dan September. Tim juga melakukan riset data sejarah, riset data kesejahteraan sosial di Badan Pusat Statistik (BPS) dan Dinas Sosial Kabupaten Temanggung, serta melakukan kajian literatur sekunder.

“Dengan memadukan pendekatan etnografi dan sejarah, ditemukan bahwa jeratan tengkulak dan keterlibatan golongan Cina di wilayah ini merupakan bagian penting dalam pembentukan mitos-mitos tembakau,” tambah Abdila.

Tim juga menemukan petani membentuk persepsi terbalik dari realitas perekonomian tembakau. Terdapat beberapa kondisi yang tidak menguntungkan dalam perekonomian tembakau meliputi harga jual tembakau yang tidak dapat diprediksi, ketergantungan kuat pada cuaca ekstrim untuk menghasilkan tembakau baik, dan menghindari gagal panen, dan penghentian subsidi pupuk akibat kebijakan pertembakauan.

“Bahkan dalam permodalan, petani terhubung dengan tengkulak dengan besaran bunga 50% yang dikenal dengan sistem nglimolasi (pinjam 10 bayar 15). Tentu ini sangat memberatkan petani,” kata Abdila.

BACA JUGA : Temuan Mahasiswa UGM Pengetahuan Etnobotani Suku Rejang Terancam Punah

Tim peneliti mahasiswa UGM juga menemukan tiga dimensi kesejahteraan subjektif yang dipegang petani tembakau Temanggung yaitu dimensi keharmonisan, dimensi hubungan sosial, dan dimensi lingkungan. Dimensi keharmonisan diperoleh ketika, misalnya, petani bergotong-royong dalam upacara adat.

Dimensi hubungan sosial dipenuhi dengan munculnya perasaan bahagia ketika dapat bersama-sama saling membantu saat musim petik daun tembakau. Selain itu, sikap solidaritas antar sesama petani untuk memperjuangkan kesejahteraan bersama dalam perdagangan tembakau selama musim panen.

Sedang kesejahteraan subjektif dimensi lingkungan, misalnya, keyakinan bahwa kesejahteraan berasal dari lingkungan. Berupa tanah yang subur, kepercayaan elemen-elemen alam dianggap sebagai entitas hidup yang lebih dari manusia sehingga terbentuk budaya upacara selamatan untuk bumi.

“Meskipun kesejahteraan secara ekonomi memiliki berbagai hambatan, petani tembakau Temanggung memiliki sumber kesejahteraan yang lain. Yakni kesejahteraan subjektif yang menciptakan kebahagiaan bagi petani tembakau dan resistensi terhadap berbagai tantangan,” kata Abdila.

Kondisi ini sangat ironis dengan sumbangan tembakau terhadap pendapatan nasional dari cukai sebesar lebih dari Rp 150 triliun per tahun. Namun, kesejahteraan petani tembakau sebagai produsen bahan baku rokok tidak sebanding dengan kontribusinya pada pendapatan negara dari cukai tembakau. (*)

BACA JUGA : Hasil Penelitian Mahasiswa UGM, Wong Tengger Terabaikan dalam Pembangunan TNBTS

Ikuti informasi penting tentang berita terkini perguruan tinggi, wisuda, hasil penelitian, pengukuhan guru besar, akreditasi, kewirausahaan mahasiswa dan berita lainnya dari JURNAL PERGURUAN TINGGI. Anda juga bisa berpartisipasi mengisi konten di JURNAL PERGURUAN TINGGI dengan mengirimkan tulisan, foto, infografis, atau pun video. Kirim tulisan Anda ke email kami: [email protected].

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image

Kontak Info

Jl. Warung Buncit Raya No 37 Jakarta Selatan 12510 ext

Phone: 021 780 3747

[email protected] (Marketing)

× Image