Teknologi Wolbachia Terbukti Selamatkan 500 Jiwa/Tahun dari Penyakit DBD
JURNAL PERGURUAN TINGGI -- Teknologi Wolbachia diterapkan di tujuh kota Indonesia, terbukti bisa mencegah satu juta kasus dan menyelamatkan 500 jiwa setiap tahunnya. Teknologi ini juga sudah menghemat 2-3 kali investasi selama 10 tahun dari biaya pengobatan dan biaya produktivitas yang hilang akibat penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD).
Katherine L Anders, Director of Impact Assessment at the World Mosquito Program (WMP) mengungkapkan hal tersebut pada Konferensi Internasional GAMA-ICTM 2022 beberapa waktu lalu. Konferensi ini diselenggarakan Pusat Kedokteran Tropis Universitas Gadjah Mada (UGM) dan World Mosquito Program Yogyakarta, serta dukungan Yayasan Tahija. Konferensi mengangkat tema 'Global Challenges on Tropical Medicine.'
BACA JUGA : Buruh Gendong Pasar Beringharjo Jadi Sasaran Bakti Sosial FKG UGM
Dijelaskan Katherine, bakteri Wolbachia terdapat pada 50% serangga, dan diturunkan dari serangga betina ke keturunannya. Nyamuk Aedes Aegypti yang ber-Wolbachia dapat memberikan proteksi bagi masyarakat dari ancaman penyakit dengue dalam jangka waktu panjang.
"WMP bersama mitra telah sukses mengimplementasikan teknologi Wolbachia selama 10 tahun terakhir. Pelepasan nyamuk ber-Wolbachia dalam skala besar telah dilaksanakan di Indonesia, Brazil, dan Colombia. Metode ini telah terbukti memberikan dampak positif bagi kesehatan masyarakat," kata Katherine.
Saat ini, tambah Katherine, WMP telah menjalankan proyek Wolbachia di 11 negara, yaitu di Indonesia, Australia, Vietnam, Sri Lanka, Kiribati, Vanuatu, Fiji, New Caledonia, Mexico, Colombia, dan Brazil. "Sampai saat ini sudah menjangkau 10 juta orang sebagai penerima manfaat," katanya.
BACA JUGA : Mahasiswa Asing UGM Ikut Tingkatkan Kesehatan Lingkungan di Kulonprogo
Menurut Katherine, Wolbachia merupakan metode yang berkesinambungan, resilient, dan cost effective. Sehingga metode ini bisa dipertimbangkan menjadi salah satu infrastruktur kesehatan publik di masa depan.
Sedang Prof dr Adi Utarini, MSc, MPH, PhD, Project Leader WMP Yogyakarta menjelaskan perjalanan penelitian WMP Yogyakarta. Penelitian ini dimulai dari persiapan keamanan dan kelayakan pada tahun 2011. Kemudian dilakukan pelepasan nyamuk ber-Wolbachia terbatas pada tahun 2014. Selanjutnya dilakukan kajian risiko pada tahun 2016, penelitian quasi-experimental di 2016, dan penelitian Randomised Controlled Trial (RCT) pada 2017-2020.
"Penelitian WMP Yogyakarta yang sudah berlangsung lebih dari satu dekade ini menghasilkan efikasi dimana Wolbachia efektif menurunkan 77% kasus dengue, dan 86% menurunkan tingkat rawat inap di rumah sakit," jelas Adi Utarini.
Kemudian, tambah Adi Utarini, pada 2021 dan 2022, teknologi Wolbachia diimplementasikan di Kabupaten Sleman dan Bantul, bekerja sama dengan Dinas Kesehatan setempat. Kesuksesan implementasi teknologi Wolbachia di level kabupaten memerlukan pelatihan yang cukup di berbagai level, dukungan teknis dan sistem quality assurance.
BACA JUGA : Prof Khang Tsung Fei : Perlu Mendesain Penelitian Statistik untuk Kesehatan
Saat ini, kata Adi Utarini, teknologi Wolbachia sudah menjadi bagian dari strategi nasional penanggulangan dengue 2021-2025. Dengan upaya bersama yang terus menerus, hasil riset ini telah diterjemahkan ke dalam kebijakan nasional berbasis bukti. "Implementasi selanjutnya di beberapa daerah merupakan bagian dari scale up nasional yang dipimpin oleh Kementerian Kesehatan," katanya.
Sementara dr Riris Andono Ahmad, MD, MPH, PhD, Direktur Pusat Kedokteran Tropis, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) UGM, memaparkan tentang penelitian quasi di wilayah barat Kota Yogyakarta dan penelitian RCT di Kota Yogyakarta dan sebagian wilayah Kabupaten Bantul.
Pada penelitian RCT, wilayah Kota Yogyakarta dibagi menjadi 24 klaster, di mana 12 klaster mendapatkan intervensi dengan pelepasan nyamuk ber-Wolbachia dan 12 klaster menjadi area kontrol. Penelitian ini melibatkan 18 Puskesmas dalam pemantauan kasus dengue. Penelitian tersebut telah melibatkan 8.144 partisipan yang berasal dari daerah intervensi dan kontrol.
“Dari penelitian ini menunjukkan efikasi dari teknologi Wolbachia lebih tinggi dibandingkan dengan vaksin, khususnya pada serotipe DENV2, DENV4, dan tingkat rawat inap,” tandas Riris Andono. (*)
BACA JUGA : Aplikasi Vital Sense, Pemantau Kesehatan Pasien Selama 24 Jam
Ikuti informasi penting tentang berita terkini perguruan tinggi, wisuda, hasil penelitian, pengukuhan guru besar, akreditasi, kewirausahaan mahasiswa dan berita lainnya dari JURNAL PERGURUAN TINGGI. Anda juga bisa berpartisipasi mengisi konten di JURNAL PERGURUAN TINGGI dengan mengirimkan tulisan, foto, infografis, atau pun video. Kirim tulisan Anda ke email kami: [email protected].