Inovasi Baru Cap Batik Kertas untuk Hemat Beaya Produksi, Ini Cara Membuatnya
JURNAL PERGURUAN TINGGI -- Dosen dan mahasiswa Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknologi Industri Universitas Islam Indonesia (FTI UII) serta seniman berkolaborasi menciptakan Cap Batik dari kertas. Kreasi ini untuk membantu Usaha Kecil Menengah (UKM) Batik agar bisa berproduksi lebih cepat dengan beaya produksi relatif rendah dan mendapat keuntungan besar.
Kreasi Cap Batik Kertas ini diciptakan Tim Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) Jurusan Teknik Industri FTI UII. Mereka adalah Agus Mansur, ST, M Eng Sc, Elanjati Worldailmi, MSc, dan Wahyudi Sutrisno, MT. Sedang mahasiswa Program Studi (Prodi) Magister Teknik Industri adalah Syafa Tania P, Safina Baraba, dan Irham.
BACA JUGA : UII dan Kulonprogo Perpanjang Kerjasama Tingkatkan Kesejahteraan, Ini Caranya
Dijelaskan Agus Mansur, pembuatan Cap Batik Kertas membutuhkan peralatan gunting, kertas MDF, pensil, penggaris, lem Korea. Langkah pembuatannya setelah peralatan siap, dilanjutkan melapisi kayu dengan potongan kertas MDF. Kemudian kertas MDF dipotong memanjang berukuran lebar 1,5 Cm yang dimaksudkan untuk membuat pola batik.
Langkah berikutnya, kata Agus, melapisi pola batik dengan potongan kertas MDF. Lalu menambahkan lem pada pola yang telah dilapisi kertas MDF. Langkah terakhir melakukan pengecekan pola, tidak boleh ada kertas MDF yang renggang. Bila sudah tidak ada kertas yang renggang, Cap Batik Kertas siap digunakan.
Inovasi Cap Batik Kertas ini sudah diperkenalkan kepada UKM Batik Arimbi, Dusun Plalangan, Pandowoharjo, Kapanewon Sleman, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). UKM Batik Arimbi ini beranggotakan 10 perajin yang menggunakan merek dagang Batik Arimbi.
BACA JUGA : International Program Teknik Industri UII Cetak Entrepreneur Muda
Lebih lanjut Agus Mansur menjelaskan inovasi ini dimaksudkan untuk mendorong UKM Batik Arimbi mengubah pola dagangnya dari Paradigma Linier Economy ke Circular Economy. Implementasi Circular Economy ini dapat mengurangi kadar CO2, meminimalisir cost serta mempercepat pelayanan terhadap pelanggan.
Selama ini, kata Agus Mansur, pengusaha batik menggunakan Cap Batik bermaterial tembaga. Penggunaan material tembaga ini dinilai cukup mahal dan lambat dalam memenuhi pesanan. "Biaya pembuatan satu Cap Batik Tembaga sekitar Rp 950.000 – Rp 1.300.000 dan membutuhkan waktu selama satu bulan," kata Agus Mansur.
Sedangkan pembuatan cap batik yang terbuat dari kertas dan kayu membutuhkan dana yang relatif kecil dan waktu pembuatannya singkat. "Cap batik dari kertas biayanya sekitar Rp 50.000 dan waktu produksi hanya selama 2-3 jam," tambah Agus Mansur kepada wartawan secara virtual, Selasa (29/11/2022).
Penerapan inovasi ini diharapkan mendorong pelaku UKM sadar akan keuntungan yang diperoleh melalui penutupan loop dan meningkatkan efisiensi sumber daya, seperti penghematan biaya, keunggulan kompetitif, dan akses ke pasar baru. "Program pengabdian ini menstimulus pergeseran dari Paradigma Linear Economy ke Circular Economy di industri batik," kata Agus.
BACA JUGA : Milad 40, Teknik Industri UII 'Tebar Manfaat' Dampingi UMKM
Batik sebagai warisan budaya dunia dari Indonesia yang telah diakui UNESCO merupakan komoditas yang memiliki potensi ekspor bagi Indonesia. Saat ini, tingkat ekspor yang menurun setiap tahun menandakan kurangnya daya saing produk batik Indonesia di pasar internasional.
Karena itu, Tim PKM Teknik Industri UII mendorong UKM Batik untuk menerapkan Paradigma Circular Economy agar bisa cepat produksi dan berkualitas bagus untuk bersaing di pasaran internasional. "Harapannya dengan penerapan Paradigma Circular Economy, ekspor batik Indonesia dapat terus meningkat di masa depan," harap Agus Mansur.
Juara 3 ISLI
Selanjutnya, ketiga mahasiswa menuangkan hasil pengabdian masyarakat tersebut ke dalam Poster Ilmiah. Poster tersebut diikutkan lomba Seminar Nasional dan Kongres Institute Supply Chain dan Logistik Indonesia (ISLI) 2022 di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Oktober 2022 lalu. Poster Ilmiah ini berhasil mendapatkan gelar juara 3.
Dijelaskan Agus, ISLI merupakan perkumpulan para akademisi, peneliti, maupun praktisi yang memiliki ketertarikan pada pengembangan keilmuan dan inovasi pada bidang ilmu supply chain dan logistik. ISLI diharapkan berkontribusi signifikan dalam meningkatkan kualitas penelitian dalam menyiapkan sumber daya manusia Indonesia di bidang Supply Chain dan Logistik.
ISLI beranggotakan 379 akademisi dari 111 universitas dan sembilan praktisi dari sembilan instansi yang tersebar di seluruh Indonesia. ISLI memfasilitasi kegiatan profesi anggotanya melalui konferensi, workshop, camp untuk mahasiswa, kolaborasi penelitian dan inovasi, kerjasama dengan industri dan pemerintah, serta peningkatan kualitas pendidikan. ISLI bersifat non-for-profit, kegiatannya lebih bernuansa kolegial, menjunjung integritas dan independensi serta berupaya mencapai keunggulan. (*)
BACA JUGA : Mini Industri Halal Jurusan Teknik Industri UII untuk Implementasikan MBKM
Ikuti informasi penting tentang berita terkini perguruan tinggi, wisuda, hasil penelitian, pengukuhan guru besar, akreditasi, kewirausahaan mahasiswa dan berita lainnya dari JURNAL PERGURUAN TINGGI. Anda juga bisa berpartisipasi mengisi konten di JURNAL PERGURUAN TINGGI dengan mengirimkan tulisan, foto, infografis, atau pun video. Kirim tulisan Anda ke email kami: [email protected].