Patung Craki, Apresiasi UGM pada Penjual Jamu Gendong, Ini Penjelasannya
JURNAL PERGURUAN TINGGI -- Universitas Gadjah Mada (UGM) menempatkan patung Craki yang menggambarkan seorang wanita penjual jamu gendong di pintu masuk Pasar Ngasem, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Patung penjual jamu yang sedang menuangkan botol jamu ke dalam sebuah mangkok dari tempurung kelapa ini dibuat seukuran tubuh manusia, berbahan logam dan berdiri di atas pondasi batu kali.
Penempatan Patung Craki ini merupakan rangkaian kegiatan Dies Natalis UGM ke 73 dan ini merupakan bentuk apresiasi UGM kepada para perajin jamu yang masih meneruskan warisan leluhur berupa menjual minuman jamu. “Para perajin jamu inilah yang memegang peranan penting dalam pemeliharaan kesehatan dan kebugaran masyarakat nusantara sejak ratusan tahun silam. Hingga sampai saat ini mereka masih melestarikan budaya minum jamu secara tradisional,” kata Prof Dr Ir Eni Harmayani, MSc, Ketua Panitia Dies Natalis UGM, Jumat (16/12/2022).
BACA JUGA : Metode TRIZ Mempercepat Terciptanya Wirausaha Mahasiswa, Ini Faktanya
Lebih lanjut Eni menjelaskan para perajin jamu yang hingga saat ini masih meneruskan dan melestarikan warisan leluhur tersebut sebagai penjual jamu gendongan sekaligus peracik jamu. Sejak dulu hingga sekarang, penjual jamu gendong selalu terampil dan setia mengunjungi dari rumah ke rumah untuk menjaga kesehatan para penghuni rumah dengan cara menggendong jamu.
"Mereka menggendong tenggok yang berisi jamu seperti menggendong anak kecil dengan lemah lembut dan telaten. Mereka adalah pejuang yang memelihara tradisi dan berperan penting bagi kesehatan masyarakat,” tandas Eni.
Menurut Guru Besar pada teknologi pangan ini, jamu dalam ilmu pengetahuan modern disebut makanan fungsional. Saat ini masih dikonsumsi masyarakat Indonesia sebagai minuman kesehatan selama puncak pandemi Covid-19 lalu.
Penempatan patung Craki di Pasar Ngasem, kata Eni, dikarenakan pasar tersebut merupakan salah satu pasar tradisional yang masih menjajakan minuman jamu. Salain itu, kasawan ini berada di depan kawasan bagunan heritage Tamansari.
“Kita memilih Pasar Ngasem sebagai kawasan heritage dan diwujudkan oleh Pemerintah Kota Yogyakarta sebagai objek wisata baru. Di pasar ini juga dikenal makanan tradisional yang masih melegenda di antaranya, apem beras, jadah wajik dan brongkos koyor,” jelasnya.
BACA JUGA : UGM Berdayakan Warga KHDTK Ngawi dan Blora, Apa Saja Upayanya?
Sedang Wakil Rektor Bidang Penelitian, Pengembangan Usaha dan Kerja Sama UGM, Ignatius Susatyo Wijoyo, MM mengatakan jamu merupakan bagian dari warisan leluhur yang sudah ada sejak ratusan tahun yang lalu. Peresmian Patung Craki ini menegaskan UGM sebagai universitas kerakyatan ingin selalu dekat dengan masyarakat. Terutama mereka yang menjalani profesi pengrajin jamu yang sudah ikut memelihara jamu sebagai minuman kesehatan tersebut.
"Jamu merupakan warisan leluhur sejak zaman Mataram sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari. Bukan sekedar menjaga kesehatan dan daya tahan tubuh namun bisa jadi preventif dan gaya hidup kita,” kata Susatyo.
Susatyo menambahkan, jumlah penjual jamu gendong sekarang ini jauh berkurang dibandingkan era 30 tahun lalu di mana para penjual jamu berkeliling ke setiap rumah penduduk untuk menawarkan jamu. Tidak hanya para penjual namun juga konsumen juga jauh berkurang. “Pengracik jamu jumlahnya semakin sedikit karena generasi muda tidak banyak mengenal dan terbiasa mengkonsumsi jamu. Kita mendorong pengracik jamu lalu para peminumnya agar lebih diedukasi dan dibudayakan kembali,” katanya.
Susatyo mengusulkan agar minuman jamu dipajang di hotel bintang tiga hingga bintang lima untuk mengenalkan jamu pada wisatawan. “Dulu kita cari jamu di pasar atau di jalan. Jika jamu masuk ke hotel bintang tiga hingga bintang lima tentu banyak yang minta. Jika yang meminta banyak dan segmen diperluas maka kebiasaan masyarakat untuk minum jamu makin meningkat,” jelasnya.
BACA JUGA : Mahasiswa Asing UGM Ikut Tingkatkan Kesehatan Lingkungan di Kulonprogo
Sunaryanti (61), salah satu pengracik jamu tradisional mengaku senang dan bangga didirikan Patung Craki di Pasar Ngasem. Ia mengaku sudah berjualan jamu sudah 40 tahun lalu. “Tahun 1982 saya sudah buka di pasar Ngasem ini,” kata wanita asal Kadipiro, Desa Ngestiharjo, Kasihan, Bantul ini.
Di tengah menurunnya jumlah peminat minum jamu, Sunaryanti tetap bertahan sebagai pengracik jamu rumahan. Melalui produk jamu Dijamoni, dalam sehari Sunaryanti mengaku bisa menjualkan sekitar lebih dari seratus botol dengan harga 5 ribu rupiah hingga 8 ribu rupiah dengan produk jamu beras kencur dan kunir asem. “Saya titipkan di salah satu toko di pasar Ngasem, sisanya dijual secara online dari rumah,” katanya
Sementara Ketua Dewan Guru Besar UGM Prof Dr Mochammad Maksum, MSc mengatakan diresmikannya Patung Craki menandaskan bahwa UGM memberikan apresiasi pada masyarakat yang telah melestarikan warisan budaya bangsa. “Patung Craki ini bagian jati diri dari UGM tidak lupa pada para penjual jamu gendong. Begitu pun dengan petani dan peternak sebagai warga akar rumput yang tinggal di pelosok gunung. Kita ingin UGM selalu memberikan manfaat bagi masyarakat kecil,” katanya. (*)
BACA JUGA : Berbahan Lidah Buaya, Pupuk Baynic Inovasi Mahasiswa UII Lindungi Tanaman dari Hama
Ikuti informasi penting tentang berita terkini perguruan tinggi, wisuda, hasil penelitian, pengukuhan guru besar, akreditasi, kewirausahaan mahasiswa dan berita lainnya dari JURNAL PERGURUAN TINGGI. Anda juga bisa berpartisipasi mengisi konten di JURNAL PERGURUAN TINGGI dengan mengirimkan tulisan, foto, infografis, atau pun video. Kirim tulisan Anda ke email kami: [email protected].