Prof Susi Ari Kristia : Minim Apoteker Berpartisipasi pada Program Rujuk Balik

Info Kampus  
Prof Susi Ari Kristina saat menyampaikan pidato pengukuhan. (foto : istimewa)

JURNAL PERGURUAN TINGGI -- Prof Dr apt Susi Ari Kristina, MKes, mengatakan peran apoteker saat ini sudah berkembang pesat. Bukan lagi berorientasi pengembangan produk, distribusi obat dan vaksin. Namun layanan apoteker mencakup banyak fungsi yang berorientasi pada pasien seperti farmakoterapi, pencegahan, dan layanan promosi kesehatan.

Prof Susi Ari Kristina mengemukakan hal tersebut pada pidato pengukuhan Guru Besar bidang Manajemen Farmasi dan Farmasi Masyarakat, Fakultas Farmasi UGM, di Balairung UGM, Selasa (26/9/2023). Susi mengangkat judul 'Integrasi Apoteker dalam Sistem Pelayanan Kesehatan melalui Peran Promotif dan Preventif.

BACA JUGA : Konsil Kefarmasian Lantik dan Sumpah 85 Apoteker Baru Lulusan UAD

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

“Saat ini terdapat 30 ribu lebih apoteker yang bekerja di apotek dengan jumlah staf pekerja di sektor ini sekitar 62.000 orang. Apotek pun menjadi satu-satunya fasilitas kesehatan yang berada di tengah-tengah masyarakat dan mudah di akses,” kata Susi Ari Kristina.

Lebih lanjut Susi Ari Kristina mengatakan adanya signifikansi peran apoteker, maka pemerintah pun memasukkan integrasi peran apoteker dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui tiga skenario. Pertama, peran apoteker dalam program rujuk balik (PRB). Layanan ini berlaku untuk penyakit kronis seperti hipertensi, diabetes, gagal jantung, penyakit paru obstruksi kronis (PPOK), stroke, asma, epilepsi, schizophrenia, dan lupus.

Apotek sebagai pemberi pelayanan obat PRB, memberikan pelayanan dan memantau penggunaan obat peserta PRB. Namun, dari studi yang dilakukan Hermansyah dkk, 2020 menyebutkan saat ini hanya 9% apoteker di apotek yang berpartisipasi di dalam program ini. Sedang, sisanya (91%) masih berpaktek independen.

"Karena itu perlu dilakukan upaya peningkatan cakupan/jumlah apotek yang berpartisipasi dalam PRB sehingga tujuan utama program ini lebih cepat tercapai," kata Susi Ari Kristina.

BACA JUGA : Aplikasi Telemedicine Permudah Masyarakat Dapatkan Layanan Kesehatan

Skenario kedua, optimalisasi standar pelayanan kefarmasian oleh apoteker di Puskesmas, yang mengakomodasi kolaborasi dengan semua tenaga kesehatan. Apoteker di Puskesmas bisa memberikan layanan kunjungan rumah untuk peningkatan kepatuhan dan pemantauan terapi obat. "Namun layanan ini pun belum optimal karena berbagai kendala di lapangan," katannya.

Ketiga, apoteker menjadi bagian dari program GeMa CerMat, yaitu program kampanye penggunaan obat rasional, yang tertuang dalam jargon 'DAGUSIBU' (Dapatkan, Gunakan, Simpan dan Buang). Apoteker di komunitas berpartisipasi dalam program ini secara aktif melalui edukasi publik seperti di sekolah, forum kemasyarakatan, atau ruang publik. Pembiayaan program 'Gema Cermat' dilakukan secara bersama antara Kementerian Kesehatan dan Dinas Kesehatan Provinsi.

Susi mengatakan ada beberapa tantangan yang menjadi hambatan implementasi pelayanan kefarmasian di fasilitas kesehatan primer di Indonesia. Sehingga harus diidentifikasi dan disikapi untuk masa depan. Tantangan tersebut berkisar dari level makro, level meso, dan level mikro.

BACA JUGA : 'KLINIKOO Dental Scanning,' Aplikasi Deteksi Dini Kesehatan Gigi, Inovasi FT UGM, Silakan Coba

Tantangan pada level makro, meliputi landasan hukum dan peraturan perundang-undangan, dan keterbatasan alokasi anggaran kesehatan di sistem kesehatan nasional. Termasuk dalam hal ini adalah dukungan dari otoritas kesehatan dan dukungan investasi untuk menjamin ketesediaan obat nasional.

Sementara tantangan tingkat meso termasuk budaya organisasi di lingkup farmasi komunitas, di mana layanan farmasi masih belum mengikuti perkembangan kebutuhan dan lingkungan yang dinamis. Salah satunya, adopsi teknologi farmasi dalam layanan kesehatan dan implementasi sistem informasi farmasi untuk pengelolaan dan pelayanan kefarmasian.

Lalu, tantangan di tingkat mikro adalah perlunya peningkatan kompetensi apoteker. Apoteker umumnya bekerja di balik layar, sangat sedikit yang betul-betul berada di depan memberikan layanan dan berkomunikasi langsung dengan pasien.

“Oleh karena itu, diperlukan upaya bersama dari pemerintah sebagai regulator, organisasi profesi IAI (Ikatan Apoteker Indonesia,red) sebagai pengarah, stakeholder terkait dan apoteker untuk bersinergi memaksimalkan peran apoteker dalam aspek promotif dan preventif,” katanya. (*)

BACA JUGA : Aplikasi Vital Sense, Pemantau Kesehatan Pasien Selama 24 Jam

Ikuti informasi penting tentang berita terkini perguruan tinggi, wisuda, hasil penelitian, pengukuhan guru besar, akreditasi, kewirausahaan mahasiswa dan berita lainnya dari JURNAL PERGURUAN TINGGI. Anda juga bisa berpartisipasi mengisi konten di JURNAL PERGURUAN TINGGI dengan mengirimkan tulisan, foto, infografis, atau pun video. Kirim tulisan Anda ke email kami: [email protected]

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image

Kontak Info

Jl. Warung Buncit Raya No 37 Jakarta Selatan 12510 ext

Phone: 021 780 3747

[email protected] (Marketing)

× Image