Prof Edy Suyanto : Pengelolaan Sampah Belum Sentuh Aspek Sosial

Info Kampus  

Prof Edy Suyanto. (foto : istimewa)

Lebih lanjut Edy mengatakan salah satu tujuan Sustainable Development Goals (SDGs), adalah program pengelolaan sampah berbasis partisipasi masyarakat dengan memperhatikan dimensi sosial mendukung zero waste menuju Indonesia bersih mengedepankan Paham Ekosentrisme Baru. Dalam orasi ilmiah ini, Edy menyoroti pengelolaan sampah yang dihasilkan rumah tangga.

Bulan Februari, 2023, kata Edy, data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menunjukkan timbunan sampah mencapai 18,3 juta ton per hari. Jumlah ini menurun dibandingkan dengan tahun 2022 yang mencapai 19,45 juta ton per hari.

BACA JUGA : UP 45 Kerjasama dengan Kalurahan Bangunharjo Kelola Sampah, Buntut Penutupan TPST Piyungan

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Sampah terkelola sebanyak 77,28% dengan rincian pengurangan sampah sebesar 26,75% dan penanganan sampah sebesar 50,53%. Selanjutnya produksi sampah secara nasional mencapai 175.000 ton per hari.

"Berdasarkan data BPS 2022, rata-rata satu penduduk Indonesia menyumbang sampah sebanyak 0,7 kilogram per hari. Jika dikalkulasi tahunan, maka Indonesia menghasilkan sampah sebanyak 64 juta ton/tahun," kata Edy.

Edy menambahkan KLHK dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (KPUPR) telah menggulirkan 'Program Indonesia Bersih' yang diluncurkan tahun 2022. Tujuannya untuk mengembangkan solusi dan memajukan ekonomi sirkuler limbah plastik. Fokus kegiatannya mengumpulkan, memilah, memproses, dan mendaur ulang limbah plastik melalui implementasi proyek dan investasi sistem guna meningkatkan sistem pengolahan sampah.

BACA JUGA : Tim PKM UMY Hibahkan Pencacah Plastik untuk Tingkatkan Nilai Tambah Sampah

Menurut Edy Suyanto, pengelolaan sampah sangat memungkinkan dipadukan dengan Paradigma Ekosentrisme. Pertama, paradigma ini adalah hubungan harmonis manusia dengan alam dan lingkungan. Pemahaman pengelolaan sampah berlandaskan paradigma ini berarti meletakan pengelolaan sampah sebagai dunia kehidupan (life world) keseharian (everyday life).

Dalam kontek ini berarti menempatkan semua hal dalam satu bagian dari lingkungan. Sehingga menusia bertanggungjawab dalam mengatasi semua permasalahan lingkungan, termasuk pengelolaan sampah mulai dari hulu, tengah hingga hilir.

Kedua, Paradigma Ekosentrisme bertujuan menciptakan keberlanjutan lingkungan. Dasar ini sesuai dengan upaya pemerintah dan masyarakat dalam menjaga keberlanjutan lingkungan yang bersih dengan pengelolaan sampah menuju zero waste guna mendukung Program Indonesia Bersih.

BACA JUGA : Mahasiswa KKN UP 45 Ajak Warga Pantai Depok Kelola Sampah

Dasar ini sesuai dengan upaya pemerintah dan masyarakat dalam membangun pengelolaan sampah menuju zero waste. Sehingga dasar kedua paradigma Ekosentrsme selaras dan bahkan mendukung 'Program Indonesia Bersih.'

"Guna menangani beberapa problem penanganan sampah, maka kajian dimensi sosial yang berkaitan dengan upaya menumbuhkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah di hulu, perlu lebih fokus lagi. Perilaku manusia dalam pengelolaan sampah dapat dirubah untuk tujuan mendukung program zero waste sebagaimana Paradigma Etnosentrisme," kata Edy.

Ketiga, Paradigma Ekosentrisme merekomendasikan penyelesaian lingkungan dengan teknologi yang sesuai. Hal ini dapat diterapkan melalui pengelolaan sampah program TPA Berbasis Lingkungan Edukasi (BLE) dengan teknologi mutakhir.

Keempat, Paradigma Ekosentrisme menyarankan adanya kebutuhan dasar daur ulang. Hal ini diimplementasikan dalam pengelolaan sampah dengan menggunakan konsep 3 R (Reduce, Reuse, Recycle).

BACA JUGA : Insenerator Kreasi FTI UII Efektif Lenyapkan Sampah Residu

Kelima, pengelolaan sampah di hulu. Paradigma Ekosentrisme menuntut partisipastoris atau sistem demokratis. Penerapan paradigma ini dengan cara semakin mendorong masyarakat berpartisipasi dalam pengelolaan sampah rumah tangga.

"Ini penting karena persoalan sampah akan memperburuk ketidaksetaraan sosial. Jika tidak ditangani secara serius, sampah akan membelah masyarakat dalam kutub pusat dan pinggiran, antara dominan dan lemah," jelas Edy.

Keenam, penerapan Paradiga Ekosentrisme pada desentralisasi/skala kecil, terintegrasi dan secara sosial. Implementasi dari paradigma ini adalah pengelolaan sampah di hulu dalam skala lokal secara terintegrasi. Berdasarkan paradigma ini, perlu dirancang model pengelolaan sampah di hulu berbasis partisipasi dengan memperhatian prinsip dimensi sosial.

"Hasil ekonomi sedekah sampah ini dapat digunakan untuk kegiatan sosial sehingga masyarakat merasakan manfaatnya. Sedekah sampah ini perlu kerjasama semua anggota masyarakat (Dasa Wisma, PKK RT, RW, pengepul). Hasil penjualan sampah tersebut digunakan untuk kegiatan sosial di wilayah RW," katanya. (*)

BACA JUGA : UP 45 Dukung Bantul Wujudkan Bersih Sampah 2025

Ikuti informasi penting tentang berita terkini perguruan tinggi, wisuda, hasil penelitian, pengukuhan guru besar, akreditasi, kewirausahaan mahasiswa dan berita lainnya dari JURNAL PERGURUAN TINGGI. Anda juga bisa berpartisipasi mengisi konten di JURNAL PERGURUAN TINGGI dengan mengirimkan tulisan, foto, infografis, atau pun video. Kirim tulisan Anda ke email kami: [email protected].

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image

Kontak Info

Jl. Warung Buncit Raya No 37 Jakarta Selatan 12510 ext

Phone: 021 780 3747

[email protected] (Marketing)

× Image